SEKILAS INFO
  • 2 tahun yang lalu / Penerimaan Peserta Didik Baru
  • 3 tahun yang lalu / Selamat Datang di Website Resmi Pondok Pesantren Fadhlul Fadhlan
WAKTU :

Rangkuman Ngaji Al-Ajwibah Al-Ghaliyah Ahad, 24 Maret 2024

Terbit 24 Maret 2024 | Oleh : Admin | Kategori : Pasanan
Rangkuman Ngaji Al-Ajwibah Al-Ghaliyah Ahad, 24 Maret 2024

Rangkuman Ngaji Al-Ajwibah Al-Ghaliyah
Ahad, 24 Maret 2024
Oleh : Gus Ahmad Syauqi Istiqlaly
========================

Seandainya manusia berdoa kepada pemimpinnya agar menolongnya dalam menghadapi pihak yang berbuat dholim, atau agar membantunya dalam menghadapi kesulitan seraya meyakini bahwa pemimpin tersebut tidak mempunyai kewenangan mutlak untuk mendatangkan manfaat atau mencegah bahaya, tetapi Allah SWT menetapkannya sebagai sebab yang berlaku dalam kebiasaan yang dapat memenuhi kehendaknya melalui tindakannya, maka ini bukan merupakan ibadah kepadanya. Seandainya setiap doa adalah ibadah, niscaya doa kepada orang yang hidup dan yang mati pun dilarang lantaran keduanya sama-sama tidak memiliki pengaruh tanpa takdir dari Allah SWT, dan ini bukanlah pendapat yang dianut oleh seorang pun diantara kaum muslimin.

Ath-Thabari menukil dalam karyanya At-Tarikh bahwa para sahabat RA memiliki semboyan pada saat memerangi kaum murtad dalam Perang Yamamah:
يا محمداه!
(Wahai Muhammad!).
Ini terjadi setelah Rasulullah SAW wafat pada masa pemerintahan Abu Bakar Ash-Shiddiq RA.

Dinyatakan pada riwayat, bahwa Ibnu Abbas dan Ibnu Umar RA mengatakan, “Jika kaki salah seorang di antara kalian mengalami kebas/pegal, hendaknya ia menyeru:
يا محمد!
(Wahai Muhammad!)
Hal ini disebutkan oleh Ibnu Taimiyah dalam Al-Kalim ath-Thayyib.

Dan diriwayatkan, ketika Abdullah bin Umar RA mengalami kebas pada kakinya, dikatakan kepadanya, “Ingatlah orang yang paling kamu cintai, maka deritamu akan hilang.” Ia pun berteriak:
يا محمداه!
(Wahai Muhammad!)
Hal ini disebutkan oleh Al-Qadhi Iyadh dalam Asy-Syifa.
_________________________________

Soal: Apa hukum memohon kepada para wali yang dilakukan orang-orang awam agar hajat mereka terpenuhi?

Jawab: Orang-orang yang meminta agar keperluan-keperluan mereka terpenuhi kepada para wali yang sudah mati, mereka tidak meminta dari para wali tersebut kecuali apa yang mampu mereka lakukan, karena nabi atau wali mampu mengucapkan: “Ya Tuhanku, penuhilah keperluan Fulan.”

Karena ruh mereka berada di hadirat Allah SWT, dan mampu mengajukan kepada Allah SWT agar memenuhi keperluan-keperluan orang yang bertawasul dengannya. Sesungguhnya jika manusia mati, yang rusak hanyalah jasadnya. Ruhnya tetap ada dan tidak sirna. Ruhnya itulah yang berbicara dan mendengar serta melihat dalam kehidupannya. Betapa banyak ruh para wali yang memiliki keadaan-keadaan yang memiliki pengaruh, dengan izin Allah SWT, setelah mereka meninggal dunia dan beralih ke alam Barzakh mereka. Sesungguhnya mereka hidup di sisi Tuhan mereka dengan mendapat rezeki dalam kehidupan alam Barzakh yang lebih utuh dan lebih sempurna dari pada kehidupan orang-orang yang mati syahid.
__________________________________

KEHIDUPAN PARA NABI ‘ALAIHIMUSSALAM

Soal: Apakah para nabi hidup di dalam kubur mereka?

Jawab: Para nabi, demikian pula orang-orang yang mati syahid, hidup dalam kubur mereka dengan kehidupan alam Barzakh. Mereka mengetahui dengan kehendak Allah SWT terkait keadaan-keadaan alam ini. Al-Qur’an telah menegaskan adanya kehidupan orang-orang yang mati syahid di alam barzakh mereka. Allah SWT berfirman:

وَلَا تَقُوْلُوْا لِمَنْ يُّقْتَلُ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ اَمْوَاتٌۗ بَلْ اَحْيَاۤءٌ وَّلٰكِنْ لَّا تَشْعُرُوْنَ

Artinya : “Janganlah kamu mengatakan bahwa orang-orang yang terbunuh di jalan Allah SWT mereka telah mati. Namun, sebenarnya mereka hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (QS. Al-Baqarah ayat 154).

والله أعلم بالصواب

SebelumnyaRangkuman Ngaji Tafsir Jalalain Surat Al-A'raf:107-123 SesudahnyaRangkuman Ngaji Bulughul Maram Oleh : DR KH Fadlolan Musyaffa' Lc.,MA Ahad, 24 Maret 2024

Berita Lainnya

0 Komentar

Lainnya