SEKILAS INFO
  • 2 tahun yang lalu / Penerimaan Peserta Didik Baru
  • 3 tahun yang lalu / Selamat Datang di Website Resmi Pondok Pesantren Fadhlul Fadhlan
WAKTU :

PROFIL PENGASUH

Terbit 26 Februari 2021 | Oleh : Admin | Kategori : Informasi Seputar Ponpes

KH Fadlolan Musyaffa’ adalah sosok Kyai muda NU yang lahir di Grobogan Jawa Tengah pada 07 April 1970. Tujuh belas tahun hidup di Mesir, beliau menghabiskan waktu untuk bekerja, melakukan penelitian, dan ngrumati mahasiswa Indonesia yang berada di Al Azhar. Tujuh belas tahun tinggal di Mesir tidak lantas mendilemakan Kyai Fadlolan untuk menjadi warga negara Mesir. Beliau memilih untuk tetap kembali ke tanah air dan membangun NKRI. Sikap yang ditunjukkan beliau inilah yang selanjutnya ditiru oleh para santri untuk berwawasan internasional namun tetap memiliki karakter lokal (local wisdom).

Rekam Jejak Pendidikan Sang Kyai

Sejak usia 13 tahun, Kyai Fadlolan telah berpisah dari keluarganya untuk menuntut ilmu. Abah dan ibunya, KH. Musyaffa’ dan Nyai Hj Sumaryatin mengirim Kyai Fadlolan keluar dari desa untuk sekolah dan mondok. Semenjak nyantri, Kyai Fadlolan menerapkan prinsip  manajemen waktu, manajemenn prioritas, dan manajemen taqarrub ilallah. Dengan prinsip tersebut, alhamdulillah segala urusan diberikan kemudahan.

Kealiman dan semangat Kyai Fadlolan dalam tholabul ‘ilmi telah ditunjukkan semenjak beliau menempuh pendidikan dasar. Beliau menyelesaikan jenjang SD hingga MA dengan akselerasi. Kyai Fadlolan hanya menempuh jenjang SD selama 5 tahun, kemudian pada jenjang MTs beliau juga merangkap jenjang Madrasah Aliyah kelas 1.

Setelah lulus dari Madrasah Tsanawiyah, Kyai Fadlolan melanjutkan nyantri ke Pondok Pesantren Al Ma’ruf Bandungsari yang diasuh oleh Kyai Abdul Wahid Zuhdi. Kyai Wahid Zuhdi adalah murid yang ‘alim ‘allamah dari Prof. Dr. Sayed Muhammad Al Maliki ( Syech Maliki Saudi ) dan juga santri KH. Maemoen Zubair. Kyai Wahid Zuhdi adalah salah satu guru Kyai Fadloan yang memberikan pengasuh besar dalam perjalanan Kyai Fadlolan dalam mencari ilmu.

Selama nyantri di Bandungsari, hal yang paling beliau nantikan adalah mengaji dengan Kyai Wahid Zuhdi. Setiap kali mendengar Kyai Wahid Zuhdi ngendikan, beliau selalu merasakan kesejukan dan ketenangan. Selepas mengaji dengan Kyai Wahid, Kyai Fadlolan selalu menyelenggarakan murojaah dan diskusi hingga menjelang subuh.

Kyai Fadlolan muda juga dikenal sebagai jagoan di Pondok Bandungsari. Beliau berhasil memimpin berbagai bahtsul masail dengan sukses. Padahal, ngaji kepada Kyai Wahid tidak mengkhatamkan banyak kitab. Namun, beliau merasa bahwa ilmunya, perasaannya, semua berasal dari Kyai Abdul Wahid Zuhdi. Tidak hanya dalam bahtsul masail, potret kemampuan memimpin Kyai Fadlolan muda juga dapat terlihat dari peran beliau sebagai ketua pondok, ketua ISMA (Ikatan Santri al-Ma’ruf), dan Ketua OSIS.

Sowan nyantri pada tahun 1986, Kyai Fadlolan akhirnya boyong pada tahun 1993. Awalnya beliau berencana untuk melanjutkan pendidikan di dalam negeri, namun beliau didhawuhi Kyai Wahid untuk melanjutkan ke Al Azhar Mesir. Berkah doa dari Kyai Wahid serta restu dari Abah dan Ibu yaitu KH Musyaffa dan Nyai Hj Sumaryatin, Kyai Fadlolan berangkat ke Mesir tepat pada 9 Agustus 1993. Keberangkatan beliau ke Mesir penuh dengan perjuangan, karena beliau harus meninggalkan Ibu yang saat itu sedang mengidap sakit thalasemia. Namun, sang Ibu menguatkan Kyai Fadlolan untuk tetap melanjutkan pendidikan ke Al Azhar Mesir.

Masa-masa awal di Mesir adalah masa yang membutuhkan perjuangan ekstra dari Kyai Fadlolan. Alhamdulillah, atas pertolongan Allah SWT Kyai Fadlolan dinyatakan lolos beasiswa Al Azhar sehingga pada saat itu Kyai Fadlolan mengantongi dua beasiswa sekaligus, yaitu beasiswa ICMI yang didapat sebelum berangkat ke Mesir dan beasiswa dari Universitas Al-Azhar.

Tahun 1997 Kyai Fadlolan mendaftar menjadi staf  kedutaan Indonesia di Mesir dan bi idznillah diterima . Namun di saat yang bersamaan kabar duka datang dari keluarga. Innalillahi, sang Ibunda kembali kehadirat Allah SWT. Kabar ini baru sampai kepada beliau 2 hari setelah kepulangan sang ibunda, karena komunikasi belum canggih seperti saat ini. Beliau kemudian menggelar tahlil dan mendoakan sang ibunda tercinta di Mesir.

Tahun 1999 Kyai Fadlolan dimutasi pada bagian protokol konsuler KBRI Cairo. Sebagai protokol konsuler beliau mengurusi hubungan bilateral dan multilateral Indonesia termasuk kunjungan para pejabat dan juga Kyai dari tanah air, maka, setiap ada Kyai yang berkunjung ke Mesir, beliau selalu ta’dzim dan mengurus keperluan Kyai termasuk saat Kyai Maemoen Zubair bekunjung ke Mesir. Posisi ini berlanjut sampai menjelang kepulangan beliau ke tanah air pada 31 Juli 2010.

Dalam kesibukan beliau di protokol konsuler, Kyai Fadlolan masih aktif di berbagai organisasi. Tahun 2000 Kyai Fadlolan lulus S1 Universitas Al Azhar Cairo (7 tahun) dan langsung melanjutkan kuliah master pada tahun 2001. Beliau menjalani master di 4 Universitas, namun baru menyelesaikan thesis di Universitas al-Neeelain Khartoum Sudan, Ilmu Ushul Fiqih dan lulus 2006. Sambil munaqosyah beliau langsung mengambil S3 di Universitas yang sama. Tahun 2009 beliau resmi menyandang gelar doktor sekaligus mendapat amanah untuk menjadi ketua Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4) wilayah Timur Tengah dan Afrika.

Menikah

Jika Persia memiliki Qais dan Laila, di India ada Syah Jahan dan Mumtaz Mahal, di Jawa ada Rama dan Shinta, makan Pesantren Fadhlul Fadhlan memiliki DR. KH. Fadlolan Musyaffa’,Lc.,MA dan Bu Nyai Hj. Fenti Hidayah, S. Pd.I. Kisah ini bermula ketika Kyai Fadlolan berusia 28 tahun. Tanpa firasat apapun dan tidak pernah atau belum berpikir untuk menikah, tiba-tiba beliau mendapatkan telepon dari KH. Maemoen Zubair, pengasuh pondok Pesantren Al Anwar Sarang yang dhawuh bahwa Kyai Fadlolan akan dijodohkan dengan putri Kyai Hisyam (Murid Kyai Zuhdi dan kemudian menikah dengan keponakan Kyai Wahid) yang bernama Bu Nyai Hj. Fenti Hidayah, S. Pd.I

Pernikahan DR. KH. Fadlolan Musyaffa’, Lc.,MA dengan Bu Nyai Hj. Fenti Hidayah, S. Pd.I  dilakukan secara taukil oleh Gus Muhammad Ma’ruf (Adik Kyai Abdul Wahid Zuhdi) karena Kyai Fadlolan saat itu masih berada di Mesir sedang Bu Nyai Fenty Hidayah berada di Langitan. Untuk selanjutnya Bu Nyai Fenty Hidayah diantar oleh Gus Ma’ruf untuk bertemu dengan Kyai Fadlolan di Mesir. Saat ini DR. KH. Fadlolan Musyaffa’,Lc.,MA dan Bu Nyai Hj. Fenti Hidayah, S. Pd.I dikarunia 1 putri dan 2 putra yaitu Ning Arina Sabiela Fadlolan, Gus Achmad Syauqi Istiqlali Fadlolan, dan Gus Muhammad Adam Fadlolan.

Kembali ke Indonesia

Senin, 15 Agustus 2010 Kyai Fadlolan memboyong keluarganya untuk meninggalkan Mesir dan sampai di tanah air pada 19 Agustus 2010. Tentu bukanlah hal mudah untuk meninggalkan Mesir, mengingat beliau telah mengukir sukses di negeri seribu menara. Namun, beliau tetap kembali ke Indonesia untuk ikut serta membangun NKRI.

Kepulangan Kyai Fadlolan ke tanah air tentu dinantikan oleh banyak pihak, utamanya Rektor IAIN Walisongo kala itu, Prof. Dr. Abdul Jamil. Sesegera setelah beliau tiba di tanah air, Rektor IAIN Walisongo tersebut lantas meminta Kyai Fadlolan untuk menjadi Kepala Pusat sekaligus Pengasuh Mahad Al Jamiah Walisongo. Pada saat pertama  pembukaan mahad, hanya berkisar 46 santri dengan kapasitas gedung mencapai 500an penghuni. Namun saat ini, justru harus diadakan seleksi santri baru untuk masuk ke Mahad karena jumlah pendaftar yang membeludak. Kyai Fadlolan juga menjadi Kyai Aktifis Pengurus Wilayah NU Jateng, Katib Syuriah periode 2013-2018. Beliau juga Pengurus MUI Provinsi Jateng, di MUI Provinsi Jateng Kyai Fadlolan adalah Sekretaris Komisi Fatwa dua periode 2012-2016 dan 2016-2021

Beliau ingin mulai merealisasikan cita-cita memiliki Pondok Pesantren (usia Kyai Fadlolan saat itu 43 taun), memasuki tahun 2012 beliau memohon restu kepada KH Maimoen Zubair namun KH Maimoen Zubair belum memberikan izin. KH Maimoen Zubair ndhawuhi Kyai Fadlolan untuk mendirikan Pesantren kelak di usia 49 tahun sebagaimana KH Maimoen Zubair dahulu mendirikan pondok pesantren di usia 49 tahun.

Pada tahun 2016, mendekati usia 49 tahun, Kyai Fadlolan kembali sowan ke KH Maimoen Zubair untuk meminta restu mendirikan pondok pesantren. Alhamdulillah, KH Maimoen Zubair telah memberikan restu beliau kepada Kyai Fadlolan untuk mendirikan Pondok Pesantren. Akhirnya pada tanggal 16 Syawal 1437 H/16 Juli 2016, diselenggarakanlah peletakan batu pertama dilokasi pembangunan yaitu di Kelurahan Pesantren, Kecamatan  Mijen oleh almagfurlah KH. Hasyim Muzadi dengan diberkahi doa KH Maimoen Zubair dan KH. Ahmad Darodji. Mengalir juga doa KH. Musthofa Bisri sekalipun beliau tidak rawuh namun beliau tetap mendoakan sekaligus memberikan nasehat kepada Kyai Fadlolan bahwa kelak di usia Kyai Fadlolan yang ke 50, cukuplah untuk duduk manis dengan mengurus santri.

Pondok pesantren yang didirikan oleh Kyai Fadlolan atas restu dan dhawuh dari KH. Maimoen Zubair bernama Pondok Pesantren Fadhlul Fadhlan yang diresmikan pada tanggal 26 Agustus 2018 oleh Wakil Gubernur Jawa Tengah, Gus Taj Yasin Maimoen. Pertama kali di buka, Pondok Pesantren Fadhlul Fadhlan langsung ditempati oleh 200 santri. Berbagai pengembangan masih terus dilakukan hingga sekarang. Sampai saat ini Pesantren Fadhlul Fadhlan telah memiliki 500 santri dan jenjang pendidikan formal yaitu Raudlatul Athfal Al Hidayah, Madrasah Ibtidaiyah Al Musyaffa’, Madrasah Tsanawiyah Al Musyaffa’, dan Madrasah Aliyah AL Musyaffa’.

(disarikan dari buku “Tak Tercerabut dari Akarnya oleh Jihan Avie Yusrina dan Nurul Azizah)

SesudahnyaKelas Muhadatsah dan Conversation

Berita Lainnya

1 Komentar

Lainnya