Zakat Uang
Rangkuman Ngaji Pasanan
Kitab Al- Ulama’ Al Mujaddidun
Karya : Syaikh KH. Maimoen Zubair
Kamis, 22 April 2021
Oleh : DR. K.H. Fadlolan Musyaffa’, Lc., MA
بسم الله الرحمن الرحيم
Didalam keterangan sebelumnya, terkait wajibnya zakat naqd emas dan perak baik yang sudah atau belum dicetak/ dipecah. Kemudian adanya uang kertas yang dikeluarkan dan diedarkan oleh bank diseluruh negara, jika dari negara kita yang mencetak Bank Indonesia (BI). Saat ini uang kertas berfungsi sebagai muamalah atau alat transaksi bagi masyarakat, seperti jual beli, membayar hutang dan lainnya. Hal tersebut menjadikan uang kertas sebagai komoditi utama diseluruh negara, jika orang mempunyai uang dengan jumlah besar, bisa dikatakan orang tersebut berada, maknanya uang pada zaman sekarang dapat menjadi standar atau patokan kekayaan. Dengan anggapan itu, uang kertas menjadi harta yang berkembang, sebab dapat menyesuaikan dengan emas dan perak.
Uang kertas dianggap mempunyai nilai yang sama dengan emas dan perak. Menjadikannya dikenai hukum-hukum seperti hukum zakat, lanyaknya emas dan perak. Adapun porsi atau ukuran wajib yang dikeluarkan dalam zakat uang kertas adalah 2,5%, dengan syarat sebagai berikut :
• Orang yang berzakat (muzakki) telah melebihi atau menuntaskan kebutuhan primernya, seperti : nafkah, tempat tinggal, dan pakaian, serta kebutuhan yang wajib untuk dinafkahinya.
• Nishab dari harta tersebut melebihi satu tahun
• Muzakki tidak mempunyai hutang, bila mana hutang tersebut dibayarkan akan menghabiskan hartanya yang disimpan. Atau mengurangi dari nishab. والله أعلم
Takaran Nishab Uang Kertas Dalam Zakat
Takaran nishab zakat uang kertas disamakan dengan emas, bukan perak. Sebab pada masa Rasulullah SAW menetapkan nishab emas dan perak, beliau tidak menjengaja untuk menjadikan keduanya berbeda nishabnya. Dan sesungguhnya nishabnya itu satu, dan dikira-kira dengan kurs yang berbeda. Arti nishab dalam syariat yaitu batas minimal/ patokan dianggap kaya.
Maka siapa orang yang kategorikan sebagai kaya?
Dalam syariat orang kaya yaitu yang mempunyai satu nishab. Adapun nishab emas yaitu 20 mitsqal atau perak mempunyai 200 dirham. Dengan demikian pada masa Rasulullah bangsa Arab menggunakan dua mata uang yaitu dirham dari perak dan dinar dari emas, sebab belum adanya mata uang yang secara khusus dicetak. Kemudian Rasulullah bermaksud untuk megira atau mengukur nishabnya orang kaya dengan 20 dinar atau 200 dirham, mengapa seperti itu? Sebab pada masa itu nilai tukar 1 dinar setara dengan 20 dirham.
Setelah itu pada masa Khulafaur Rasyidin nilai tukar/ kurs dari perak mengalami penurunan atau melemah. 1 dinar disamakan nilai tukarnya dengan 12 dirham, kemudian turun menjadi 15 dirham, kemudian 20 dirham, dan anjlok menjadi 30 dirham. Sehingga sampai di masa sekarang harga perak sangat murah dan rendah bila dibandingkan dengan harga emas. Hal tersebut menjadikan selisih yang cukup jauh antara nishab emas dan perak. Membuat tidak bisa diterimanya batasan kaya seseorang hanya dengan 50 Riyal Arab Saudi atau Qatar misalnya, dan dari nishabnya zakat emas yaitu sama dengan 1.500 Riyal Arab atau lebih.
Jika kita mengira-ngira atau mentaksir nishab dari zakat uang disamakan dengan perak, maka tidak akan lebih dari 50 Riyal. Dan apabila disamakan dengan emas maka akan lebih besar nominalnya, contohnya 20 mitsqal saat ini setara dengan 85 gram. Kemudian banyak ditemukan beberapa dinar di museum, dari masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan, yang mana merupakan dinar pertama yang cetak dan diedarkan oleh negara islam. Intinya jika kita ingin mengetahui nishab zakat uang, maka cukup dengan menanyakan 85 gram emas yang disetarakan atau dikurs pada nishabnya zakat uang, supaya mafhum wajib dan berapa yang nominal yang dikeluarkan, dan biasanya disetarakan dengan emas 18 karat. والله أعلم
(Fatawa Muashiroh : Syaikh Yusuf Al-Qaradlawi 1/279)
والله أعلم بالصواب