Penjelasan Bait ke 6, 7 dan 8 dari Kitab Nur Azh-Zhalam (Syarh Aqidatul Awam)
Rangkuman Ngaji Pasanan
Kitab Nur Azh-Zhalam (Syarh Aqidatul Awam)
Karya Syaikh Nawawi al-Bantani
Oleh DR. K.H. Fadlolan Musyaffa’, Lc., MA.
21 April 2021/ 9 Ramadan 1442
فَااللهُ مَوْجُوْدٌ قَدِيمٌْ بَاقِى مخَُالِفٌ لِلْخَلْقِ بِالإِْطْلاَ قِ وَقَائِمٌ غَنىِ وَوَاحِ دٌ وَحَىْ قَادِرٌ مُرِيْدٌ عَالمُِ بِكُلِّ شَيْ سمَِيْعُ الْبَصِيـْرُ وَالْمُتَكَلِّمُ لَهُ صِفَاتٌ سَبـْعَةٌ تـَنْتَظِمُ
NADZHAM KEENAM, KETUJUH, DAN KEDELAPAN
[6] Allah adalah Yang Wujud, Qodim, Baqi, Mukholif Lil Kholqi secara mutlak.
[7] yang memiliki Qiyam Bin Nafsi, Ghoni, Wahid, Hayyi, Qoodir, Muriid, Aalim
[8] Saami’, Bashiir, Mutakallim. Allah memiliki sifat-sifat yang berjumlah 7 yang terurutkan. Syekh Ahmad Marzuki menjelaskan bahwa ketika kamu ingin mengetahui 20 sifat yang wajib bagi Allah maka aku berkata kepadamu bahwa Allah adalah Dzat Yang Wujud dan seterusnya.
Sifat –sifat Wajib Bagi Allah:
Wujud adalah sesuatu yang bersifat anggapan yang dikira-kirakan oleh orang di dalam hatinya. Misalnya: ketika ada pakaian yang ada dalam suatu wadah, kemudian pakaian itu dikeluarkan dari sana maka pakaian itu bersifatan dengan sifat jelas. Sifat jelas tersebut bukanlah sifat yang di luar dzat pakaian hanya saja akal mengira- ngirakan kalau sifat jelas tersebut berada di luar dzat pakaian.
من قول الأشعرى رضي االله تعالى عنه ودليله قوله تعالى لا إله إلا أن
Paham ini adalah paham yang dinyatakan oleh para ulama dari keterangan Syekh al- Asy’ari Radhiyallahu ‘anhu. Dalil sifat wujud Allah adalah Firman-Nya, “Tidak ada tuhan selain Aku,” (QS. Thoha: 14) dan juga dalil, “Andaikan Allah Subhaana-Hu wa Ta’aala itu tidak wujud maka tidak ada satu pun makhluk yang wujud.”
Qidam adalah tidak ada permulaan bagi wujud Allah Ta’aala. Dengan demikian Allah tidak menciptakan Dzat-Nya sendiri dan Dia tidak diciptakan oleh yang lain-Nya.
قال االله تعالى لم يلد ولم يولد Allah berfirman, “Dia
tidak melahirkan dan tidak dilahirkan.” (QS. Al-Ikhlas: 3)
Baqo’ adalah tidak ada akhir bagi wujud Allah Ta’aala.
قال االله تعالى ويبقى وجه ربك ذو الجلال والإكرام
Allah berfirman, “Dan akan kekal Dzat Tuhanmu Yang Maha Agung dan Mulia.” (QS. Ar-Rahman: 27)
Mukholafatu al-Hawaadits adalah tidak adanya persamaan makhluk dengan Allah. Oleh karena itu Allah bukanlah Dzat yang memiliki daging, tulang, tinggi, pendek, dan sedang. Allah adalah Dzat yang tidak memiliki sedikitpun sifat-sifat makhluk. Segala sesuatu yang berbisik di hatimu yang berupa sifat-sifat makhluk tidak ada pada Dzat Allah. Dia tidak memiliki tempat tertentu, tidak masuk ke dalam dunia, dan juga tidak keluar dari sana.
قال االله تعالى ولم يكن له كفوا أحد
Allah berfirman, “Tidak ada satupun yang menyamai Allah.” (QS. Al-Ikhlas: 3) dan
وقال االله تعالى ليس كمثله شيئ
Dia berfirman, “Tidak ada sesuatupun yang menyamai-Nya.” Perkataan Syeh Ahmad Marzuki “بالإطلاق “berarti bahwa sesungguhnya Allah berbeda dari makhluk dari seluruh segi. Oleh karena itu Allah tidak berbeda dari makhluk dalam satu sisi dan sama dengan mereka dalam sisi lain. Maha Suci Allah dari yang demikian itu.
Al-Qiyam Bin Nafsi berarti tidak membutuhkan dzat lain yang dapat memperdirikan, seperti berdirinya jasad dengan perantara dzat-dzat lain, dan tidak membutuhkan pada yang mewujudkan. Oleh karenanya Allah itu ada tanpa membutuhkan yang lain sebagaimana adanya makhluk adalah membutuhkan Allah karena wujud-Nya adalah bersifat Dzat. Perkataan Syeh Ahmad Marzuki “غنى “adalah menafsirkan perkataannya “قائم .“Maksudnya Allah berdiri sendiri itu adalah bahwa Dia tidak membutuhkan yang lain-Nya sedangkan yang lain-Nya membutuhkan-Nya. Oleh karena inilah Qiyamu-Hu Bin Nafsi sering diibaratkan dengan tidak membutuhkan yang lain sama sekali.
قال االله تعالى وعنت الوجوه للحي القيوم
Dia berfirman, “Dan tunduklah semua muka (dengan berendah diri) kepada Tuhan Yang Maha Hidup Kekal lagi senantiasa mengurus (makhluk-Nya).” (QS. Thaha: 111) Wahdaniah berarti tidak berbilang dalam Dzat, Sifat, dan Perbuatan. Dengan demikan Dzat Allah tidak tersusun dari bagian-bagian dan dzat makhluk tidak sama dengan Dzat-Nya karena makhluk adalah jisim atau benda yang tersusun sedangkan Dzat Allah tidak sama sekali mengandung tersusun. Sifat-sifat Allah tidak berbilang dari satu jenis, seperti dua sifat qudroh (kuasa), dua sifat irodah (berkehendak), tetapi Allah hanya memiliki satu sifat qudroh yang untuk mewujudkan dan meniadakan. Tidak ada satupun yang memiliki sifat seperti Sifat-sifat Allah Ta’aala dan tidak ada satupun yang memiliki pengaruh bersama-Nya dalam berbuat tetapi Dia adalah yang mewujudkan seluruh perbuatan-perbuatan. Dengan demikian Allah lah yang menciptakan ketaatan, kemaksiatan, manfaat, bahaya, kekayaan, dan kefakiran. Api tidak memiliki pengaruh dalam membakar. Pisau tidak memiliki pengaruh dalam memotong. Makanan tidak memiliki pengaruh dalam memberikan rasa kenyang. Akan tetapi Allah adalah yang menciptakan semua itu hanya saja Allah menjadikan, misal, makanan sebagai sebab bagi rasa kenyang sesuai dengan apa yang Allah kehendaki dan boleh saja kalau Allah tidak menjadikan kemampuan membakar pada api.
قال االله تعالى وإلهكم إله واحد لا إله إلا هو الرحمن الرحيم Allah Ta’aala berfirman; “Tuhan kalian adalah Tuhan Yang Satu. Tidak ada tuhan selain Di Yang Maha Pengasih dan
Maha Penyayang.”
Hayaat adalah sifat yang membuat nyata dzat yang ditempatinya untuk mengetahui dan kuasa. قال االله تعالى وتوكل على الحي الذى لا يموت
Allah Ta’aala berfirman, “Bertawakkallah kepada [Allah] Yang Hidup yang tidak akan pernah mati.”
Qudroh adalah sifat yang membuat nyata dzat untuk berbuat dan meninggalkan [perbuatan].
قال تعالى واالله على كل شيئ قدير
Allah berfirman, “Allah atas segala sesuatu adalah Dzat Yang Maha Kuasa.”
Irodah adalah sifat yang menjadikan salah satu dari dua hal yang boleh (wujud dan tidak wujud) unggul daripada yang satunya lagi.
قال تعالى ان ربك فعال لما يريد Allah Ta’aala berfirman, “Sesungguhnya Tuhanmu adalah Dzat Yang Berbuat apa yang Dia Kehendaki.”
Ilmu adalah sifat yang dengannya segala sesuatu akan menjadi jelas ketika sifat itu berhubungan dengannya. قال االله تعالى ان االله بكل شيئ
Allah Ta’aala berfirman, “Sesungguhnya Allah dengan segala sesuatu adalah Dzat Yang Maha Mengetahui.” Sesungguhnya Allah meliputi mengetahui segala sesuatu. Dengan demikian perkataan Syeh Ahmad Marzuki
“وأن االله قد أحاط بكل شيئ علما )
“yang mengetahui segala sesuatu) berarti baik sesuatu itu yang global atau yang rinci, yang mungkin wujud, tidak boleh wujud, atau yang wajib wujud. Sama’ dan Bashor adalah dua sifat yang dengan mereka [segala sesuatu] menambahi kejelasan pada kejelasan yang dengan sifat Ilmu.
قال االله تعالى وهو السميع البصي
Allah Ta’aala berfirman, “Dia [Allah] adalah Dzat Yang Maha Mendengar dan Melihat.”
Kalaam adalah sifat azaliah yang melekat pada Dzat Allah. Kalan tersebut diibaratkan dengan susunan tertentu yang runtut disebut dengan al-Quran dan Kalamullah. قال االله تعالى وكلم االله موسى تكليما
Allah berfirman, “Allah telah berfirman kepada Musa dengan sebenar- benarnya berfirman.” Firman Allah tidak dengan huruf, suara, tetapi dengan Firman yang qodim dengan artian tidak ada permulaan dan tidak ada akhir bagi Firman itu. قوله تعالى وكلم االله موسى تكليما Adapun pengertian Firman-Nya: Allah telah berfirman kepada Musa dengan sebenar-benarnya maka Allah membuat Musa mendengar Firman- Nya yang Qodim dengan seluruh dzat-Nya dari semua arah. Malaikat Jibril yang bersama Musa saat itu tidak mendengar Firman yang difirmankan oleh Allah kepada Musa. Pemimpin kita, Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallama juga mendengar Firman Allah yang qodim pada saat malam Isro’ mi’raj. Allah tidak bertempat dan tidak berada di suatu arah tempat dari makhluk yang mendengar Firman-Nya. Kita kelak di Hari Kiamat dan surga dapat mendengar Firman Allah yang qodim tanpa suara, huruf, dekat, atau jauh, sebagaimana kita kelak di akhirat juga akan dapat melihat Dzat-Nya yang tanpa serupa, persamaan, di dalam surga ataupun di luar surga.
Adapun Syekh Ahmad Marzuki menyebutkan sifat-sifat yang disandarkan kepada Allah Ta’aala ada 13 sifat dengan masing-masing nama mereka adalah karena mengikuti Al- Qur’an dan Sunnah karena memang ada keterangan tentang nama-nama mereka yang tercantum dalam Al- Qur’an dan Sunnah, dan karena tujuan dalam i’tiqod atau keyakinan mukallaf adalah mensifati Allah dengan sifat- sifat tersebut, dan karena mempermudah orang-orang awam, seperti yang telah disebutkan oleh Syekh Muhammad al-Fadholi, “Ketika kamu ingin mengajarkan sifat-sifat Allah kepada orang-orang awam maka ajarkanlah dengan menggunakan nama-nama sifat-sifat itu [bukan artinya].
Dengan demikian dikatakan; Allah adalah Maujud, Qodim, Baqi, Mukholif Lil Hawaadits, Mustaghni ‘an Kullil Syai’, Wahid, Qoodir, Muriid, Aalim, Hayyi, Saami’, Bashiir, Mutakallim.” Syeh al-Baijuri berkata, “Perkataan Fadholi “Ajarkanlah dengan menggunakan” berarti dengan lafadz – lafadz yang menunjukkan sifat-sifat itu. Perkataannya ‘nama-nama sifat-sifat itu’ berarti bahwa lafadz-lafadz yang menunjukkan sifat-sifat itu adalah nama-nama.
Adapun nama-nama itu menunjukkan sifat-sifat karena nama – nama itu menunjukkan Dzat yang bersifatan dengan sifat-sifat itu. Bahkan telah dikutip dari Syeh al-Asy’ari bahwa objek yang ditunjukkan oleh nama القادر ,misalnya, adalah hakikat sifat itu sendiri yang mana sifat itu adalah القدرة dari segi persifatan dzat dengannya. Tetapi yang masyhur di kalangan ulama pengikut madzhab Asy’ari adalah bahwa objek yang ditunjukkan oleh القادرadalah dzat yang bersifatan dengan sifat القدرة.
Kesimpulannya adalah bahwa pembagian-pembagiannya ada 3, yaitu
(1) bagian yang menunjukkan dzat dan ditunjukkan dengan sifat, seperti القادر
(2) bagian yang menunjukkan dzat dan tidak ditunjukkan dengan sifat, seperti kata Jalalah الله
(3) bagian yang menunjukkan sifat saja, seperti “القدر.“
Demikian ini kesimpulan yang disebutkan oleh Syeh al-Yuusa.” Perkataan Syeh Ahmad Marzuki “غنى “adalah dengan sukun pada huruf yaa. Demikian juga perkataannya “حي “adalah dengan sukun pada huruf yaa. Perkataannya “قادر “adalah dengan sukun pada huruf roo. Perkataannya “شي “adalah dengan membuang huruf hamzah. Perkataannya “والمتكلم “adalah dengan sukun pada huruf taa. Semua perkataannya tersebut adalah karena mengikuti pola wazan.
Maksud perkataan Syekh Ahmad adalah” له صفات سبعة تنتظم” Marzuki bahwa Allah memiliki 7 (tujuh) sifat yang secara urut disebutkan dalam satu bait tanpa ada pemisahan di antara mereka, seperti yang telah dinazhamkan oleh al-Khirzu dalam satu khoith. 7 (tujuh) sifat ini disebut dengan Ma’aani.
Pengertian sifat-sifat Ma’aani adalah setiap sifat wujudiah yang melekat pada dzat, yang menetapkan sifat-sifat dzat tersebut secara hukum sekiranya andaikan tabir dibukakan untuk kita maka kita dapat melihat sifat-sifat itu, sebagaimana keadaan dzat-dzat yang maujud. Hukum tersebut disebut dengan sifat-sifat maknawiah karena dinisbatkan pada sifat-sifat ma’aani. Sifat-sifat maknawiah adalah adanya .“متكلما” dan”, بصیرا” ,“سمیعا” ,“حیا” ,“عالما” ,“مریدا” ,“قادرا”.
Dengan demikian sifat-sifat ma’aani adalah seperti dasar dan sifat-sifat maknawiah adalah seperti cabang karena sifat-sifat ma’aani adalah bersifat wujudiah yang dapat diakal sedangkan sifat-sifat maknawiah adalah keadaan-keadaan yang tidak dapat diakal kecuali dengan dinisbatkan pada sifat-sifat ma’aani mereka dimana sifat-sifat ma’aani mereka adalah yang menetapkan mereka sendiri.
Apabila kamu bertanya, “Mengapa Syeh Ahmad Marzuki له صفات سبعة ’ perkataan dengan berkata تنتظم) ‘Allah memiliki 7 sifat) padahal sebelumnya ia berkata, ‘صفة عشرین) ‘20 sifat) dan belum lengkap penyebutan 20 sifat. Apa faedah menyebutkan 7 sifat ini padahal 7 sifat ini masuk dalam nama-nama yang telah disebutkan sebelumnya. Jadi, kalau demikian tidak perlu menyebutkan 7 sifat ini?” Aku menjawab, “Adapun Syeh Ahmad Marzuki menyebutkan 7 sifat di atas maka karena tujuan suatu hikmah, yaitu menganggap penting lebih tentang 7 sifat-sifat ini. Adapun alasan mengapa ia menyebut 7 sifat-sifat ini padahal mereka masuk dalam nama – nama yang telah disebutkan maka karena tujuan dari kajian ilmu ini adalah menyebutkan akidah-akidah secara rinci atas dasar alasan karena bahaya tidak tahu rincian tersebut adalah besar, dan karena membantah kaum Mu’tazilah karena mereka mengingkari adanya 7 sifat-sifat ini. Mereka berkata, ‘Sesungguhnya Allah Ta’aala adalah “قادر “dengan Dzat-Nya dan “مرید “dengan Dzat-Nya tanpa ada sifat “قدرة “dan “إرادة ,“dan seterusnya.’ Adapun Jumhur ulama mengatakan bahwa sesungguhnya Allah Ta’aala adalah “قادر “dan “مرید “dengan sifat- sifat wujudiah yang melekat pada Dzat dimana sifat-sifat tersebut sah untuk dilihat [apabila tabir dihilangkan].
Secara umumnya, kami menyatakan pernyataan seperti yang ulama katakan;
عْتِصَامُ الْوَرَى بمَِغْفِرَتِكَ ** عَجَزَ الْوَاصِفُوْنَ عَنْ صِفَتِكَ
تُبْ عَلَيـْنَا فَإِنـَّنَا بَشَرٌ ** مَا عَرَفـْنَاكَ حَقَّ مَعْرِفَتِك
Pedoman para makhluk adalah ampunan-Mu. *Orang-orang yang mensifati tidak mampu mensifati-Mu.
Terimalah taubat kami karena sesungguhnya kami adalah manusia. *Kami tidak mengetahui-Mu dengan sebenar-benarnya mengetahui-Mu.
Ketahuilah! Sesungguhnya kaum Mu’tazilah tidak mengatakan tentang tetapnya sifat-sifat maknawiah pada Allah seperti kesalah pahaman yang ditunjukkan oleh sebagian keterangan. Maksudnya mereka tidak mengatakan kalau Allah adalah “قادر) “Yang Kuasa) dengan sifat-sifat maknawiah tetapi mereka hanya mengatakan kalau Allah adalah “قادر) “Yang Kuasa) dengan Dzat- Nya tanpa dengan sifat “قدرة) “Kuasa), seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Dengan perkataan demikian, mereka tidak dihukumi kufur karena mereka menetapkan adanya nisbat kuasa pada Dzat Allah.
Wallahu A’lam Bishowab