SEKILAS INFO
  • 2 tahun yang lalu / Penerimaan Peserta Didik Baru
  • 3 tahun yang lalu / Selamat Datang di Website Resmi Pondok Pesantren Fadhlul Fadhlan
WAKTU :

PERNIKAHAN BEDA AGAMA? BEGINI ATURANNYA DALAM AL-QUR’AN

Terbit 27 Maret 2022 | Oleh : Team Mdc | Kategori : Tafsir
PERNIKAHAN BEDA AGAMA? BEGINI ATURANNYA DALAM AL-QUR'AN
Kajian Tafsir Jalalain | Al-Maidah: 5 | DR. K.H. Fadlolan Musyaffa’, Lc., MA. | Ahad, 27 Maret 2022
PERNIKAHAN BEDA AGAMA? BEGINI ATURANNYA DALAM AL-QUR’AN
Dalam interaksinya dengan sesama manusia (hablumminannaas), seorang muslim tentunya juga akan berinteraksi atau berhubungan dengan non-muslim. Islam adalah agama yang sangat Indah, Allah SWT telah mengatur bagaimana seharusnya muslim berinteraksi dengan non-muslim seperti yang diterangkan dalam Q.S Al-Maidah ayat 5 berikut.
-Surat Al-Ma’idah: 5
ٱلۡيَوۡمَ أُحِلَّ لَكُمُ ٱلطَّيِّبَٰتُۖ وَطَعَامُ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ حِلّٞ لَّكُمۡ وَطَعَامُكُمۡ حِلّٞ لَّهُمۡۖ وَٱلۡمُحۡصَنَٰتُ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنَٰتِ وَٱلۡمُحۡصَنَٰتُ مِنَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ مِن قَبۡلِكُمۡ إِذَآ ءَاتَيۡتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحۡصِنِينَ غَيۡرَ مُسَٰفِحِينَ وَلَا مُتَّخِذِيٓ أَخۡدَانٖۗ وَمَن يَكۡفُرۡ بِٱلۡإِيمَٰنِ فَقَدۡ حَبِطَ عَمَلُهُۥ وَهُوَ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ مِنَ ٱلۡخَٰسِرِينَ
Artinya: “Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan perempuan piaraan. Barangsiapa kafir setelah beriman, maka sungguh, sia-sia amal mereka, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi”.
Dalam ayat ini, yang pertama diterangkan adalah tentang kehalalan makanan ahli kitab bagi umat islam. Syarat untuk makanan ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) yang halal dimakan oleh orang Islam adalah yang disembelih. Mengapa Allah SWT mengeluarkan ayat berkaitan dengan halalnya sembelihan ahli kitab, padahal mereka telah menyekutukan Allah SWT? Jawabannya adalah karena Yahudi dan Nasrani awalnya adalah agama yang datang dari Allah SWT (agama samawi) sehingga memiliki Nabi dan juga kitab suci yaitu Nabi Musa AS dengan Kitab Tauratnya untuk Yahudi dan juga Nabi Isa AS beserta Kitab Injil untuk Nasrani. Walaupun umat Yahudi dan Nasrani tidak mau mengakui Nabi terakhir yaitu Nabi Muhammad SAW dan juga kitab penyempurna kitab-kitab sebelumnya yaitu Al-Qur’an.
Selanjutnya, ayat ini juga menjelaskan tentang pembolehan pernikahan antara perempuan ahli kitab dan lelaki muslim. Dalam kitab tafsir Jalalain, dijelaskan bahwa perempuan ahli kitab yang boleh dinikahi adalah perempuan yang merdeka (bukan budak). Dalam kitab tafsir lain, dijelaskan secara lebih rinci bahwa perempuan ahli kitab yang boleh dinikahi adalah perempuan merdeka yang suci tidak berzina dan tidak minum khamr.
Hal yang sangat perlu digaris bawahi dalam pembolehan pernikahan dengan ahli kitab:
1. Yang diperbolehkan untuk dinikahi adalah “perempuan” ahli kitab. Artinya yang menikah adalah muslim laki-laki dan ahli kitab perempuan. Tidak boleh dibalik.
2. Perempuan berasal dari ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) dan bukan dari agama-agama lain.
Kenapa hanya perempuan ahli kitab yang boleh menikah dengan laki-laki muslim sedangkan jika sebaliknya (pernikahan antara laki-laki ahli kitab dan perempuan muslim) tidak diperbolehkan?
Berkaitan dengan hal tersebut Imam Besar Al-Azhar, Syekh Ahmed Tayyib, pernah menanggapi pertanyaan kontroversial dari seorang anggota Parlemen Jerman pada Maret 2016, Syekh Ahmed Tayyib mengatakan bahwa Islam melarang seorang wanita Muslim menikah dengan non-Muslim, karena tidak ada kasih sayang dalam pernikahan ini.
Menurut beliau, seorang non-Muslim tidak percaya pada Nabi Muhammad, dan agamanya tidak memerintahkan dia untuk memungkinkan istrinya yang Muslim.
Beliau menyimpulkan bahwa sang suami, dalam hal ini, menyakiti moral istrinya dengan tidak menghormati agamanya, nabinya, dan hal-hal sakralnya. Menurut Syekh Ahmed Tayyib, pernikahan dalam Islam bukanlah kontrak sipil seperti halnya warga negara, melainkan ikatan agama berdasarkan kasih sayang antara keduanya yang hendak bermuara ke surga.
Namun seorang pria Muslim boleh menikahi wanita non-Muslim, karena Islam memerintahkan seorang pria Muslim untuk mengizinkan istrinya yang non-Muslim untuk menjalankan agamanya dengan bebas.
Wallahu’ a’lam bis shawab..
SebelumnyaObat Rindu Menjelang Ramadhan SesudahnyaBegini Tanggapan Ketua Fatwa MUI Jateng Dengan Tradisi Dugderan Dalam Rangka Menyambut Ramadhan

Berita Lainnya

0 Komentar

Lainnya