SEKILAS INFO
  • 2 tahun yang lalu / Penerimaan Peserta Didik Baru
  • 3 tahun yang lalu / Selamat Datang di Website Resmi Pondok Pesantren Fadhlul Fadhlan
WAKTU :

Macam-macam Air #2

Terbit 16 Agustus 2021 | Oleh : Team Mdc | Kategori : Hadist
Macam-macam Air #2

Rangkuman Pengaosan Kitab Bulughul Maram Karangan Ibnu Hajar Al-Asqolani oleh DR. KH. Fadlolan Musyaffa’, Lc., MA.

Ahad, 15 Agustus 2021

Rangkuman ini merupakan lanjutan dari pembahasan seputar air di pertemuan sebelumya,

klik link dibawah sini untuk mengakses pembahasan yang sebelumnya.

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1024766311683157&id=100024493931699

7. Bagaimana hukumnya mandi menggunakan air sisa mandi seseorang?

Dijelaskan dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas RA, bahwa Nabi Muhammad SAW pernah mandi menggunakan air sisa istri beliau, Sayidah Maimunah. Hadist ini dikeluarkan oleh Imam Muslim.

Air sisa yang dimaksud dalam hadist ini yakni air di dalam bejana atau wadah sisa dari air Sayyidah Maimunah, merupakan sisa air thohir muthohir (suci dan mensucikan), bukan air musta’mal.

Air musta’mal merupakan air yang sudah digunakan untuk sesuci. Misalkan, air yang mengalir dari wajah ketika wudhu. Air ini dihukumi sebagai ail bekas sesuci atau air musta’mal.

Air mutlak adalah air yang tidak terikat dengan suatu sifat (warna, bau, rasa). Air ini hukumnya suci mensucikan seperti air hujan, air sumber, air laut, air sungai, air embun, air es.

Air muqoyyad yakni air yang terikat dengan suatu zat atau nama atau sifat warna, rasa, bau. Misalkan air bensin, air sirup, air teh dll. Air seperti ini tidak bisa digunakan untuk sesuci karena meskipun air ini suci, akan tetapi tidak bisa mensucikan.

Dijelaskan lagi oleh Ashabi sunan, bahwa sebagian dari istri Nabi mandi junub menggunakan air yang ada dalam wadah yang turahan air bejana tersebut kemudian digunakan oleh Nabi untuk mandi. Nabi menjelaskan bahwa yang junub itu adalah Sayyidah Maimunah, air sisa yang berada di dalam bejana tersebut tidak terkontaninasi junub.

8. Hadist dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW pernah bersabda demikian, jika terdapat wadah suci yang dijilat anjing, maka harus disucikan dengan menyucinya sebanyak 7 kali dan salah satu basuhannya menggunakan debu. Diriwayatkan oleh Imam Muslim.

Penggunaan debu untuk mensucikan najis mugholadhoh dengan debu ini mempunyai beberapa alasan, yakni;

1. Nilai ubudiyah, yakni nilai penghambaan kepada Allah atas perintah-perintahnya
2. Kualitas dari debu itu sendiri yang lebih kuat dibandingkan dengan detergen ketika digunakan untuk mensucikan lendir.

Wallahu a’lam bisshowab

SebelumnyaKunjungan Wartawan Di Pondok Pesantren Fadhlul Fadhlan Semarang SesudahnyaKajian Tafsir Jalalain Surat An-Nisa : 75 - 77

Berita Lainnya

0 Komentar

Lainnya