SEKILAS INFO
  • 2 tahun yang lalu / Penerimaan Peserta Didik Baru
  • 3 tahun yang lalu / Selamat Datang di Website Resmi Pondok Pesantren Fadhlul Fadhlan
WAKTU :

Penjelasan Bait ke-3 & 4 dari Kitab Nur Azh-Zhalam (Syarh Aqidatul Awam) #3

Terbit 19 April 2021 | Oleh : Admin | Kategori : Pasanan
Penjelasan Bait ke-3 & 4 dari Kitab Nur Azh-Zhalam (Syarh Aqidatul Awam) #3
Rangkuman Ngaji Pasanan
Kitab Nur Azh-Zhalam (Syarh Aqidatul Awam)
Karya Syaikh Nawawi al-Bantani
Oleh DR. K.H. Fadlolan Musyaffa’, Lc., MA.
19 April 2021/ 7 Ramadan 1442
Yang dimaksud dengan Tabi’iin dalam perkataan ” من تبع” adalah seluruh orang yang hidup setelah zaman sahabat, yaitu mereka yang tetap beriman sampai Hari Pembalasan Amal.
Perkataan ” سبيل دين الحق”
dijelaskan bahwa Syekh al- Fayumi berkata dalam kitab al-Misbah bahwa kata “السبیل” adalah berarti “الطریق “ atau jalan yang bisa dibaca mudzakar atau muannas. Ibnu Sukait berkata bahwa bentuk jamak muannas dari ” سَبُوْ ل” adalah ” سبیل” kata sebagai” عَنُوْق” bentuk jamak dari mufrod “عنیق.“ Sedangkan bentuk jamak mudzakarnya adalah “ سبل” Dan ” سبل الدين ” Yang dimaksud dengan jalan agama adalah hukum-hukum syariat. Pengertian “ الحق “adalah segala sesuatu yang sesuai dengan al-Quran, al-Hadis, al-Ijmak, atau al-Qiyas. Kebalikan dari “الحق” disebut dengan “البَاطِل”.
” المبتدع”
adalah orang yang telah keluar dari haq, Orang yang al- mubtadi’ adalah orang yang tercela.
Para ulama telah berkata bahwa bid’ah menurut bahasa adalah sesuatu yang diciptakan tidak sama dengan haq (contoh yang telah ada). Sedangkan menurut istilah atau syara’, bid’ah adalah sesuatu yang baru yang tidak sesuai dengan perintah syari’ (Allah atau Rasulullah).
Bid’ah secara dzatnya dapat dibagi menjadi 5 (lima) macam, yaitu:
1. Bid’ah Wajib.
Pengertiannya adalah bid’ah yang dikenai kaidah – kaidah kewajiban dan dalil – dalil kewajiban dari syariat, seperti membukukan Al-Qur’an dan ilmu – ilmu syariat dilakukan karena dikhawatirkan akan hilang. Menyampaikan Al-Qur’an dan Ilmu-ilmu syariat kepada orang- orang di kurun waktu setelah kita adalah hal yang wajib menurut ijma’ .Sedangkan mengosongkan atau meninggalkan penyampaiannya adalah keharaman menurut ijma’. Sebagian ulama mutaakhirin menambahkan bahwa termasuk bid’ah yang wajib kifayah adalah fokus mempelajari ilmu-ilmu Bahasa Arab yang digunakan untuk memahami Al-Qur’an Quran dan As-Sunah, seperti ilmu Nahwu, Shorof, Ma’aani, Bayaan, Lughoh berbeda dengan ilmu Arudh, Qowafi, dan lainnya. Adapun ilmu untuk membedakan manakah hadist yang shohih dan manakah yang tidak shohih, membukukan Fiqih, Usul Fiqih, Dalil-dalil Fiqih, dan bantahan terhadap kaum Qodariah, Jabariah, Murjiah, dan Mujassimah maka ilmu-ilmu ini juga wajib kifayah apabila dibutuhkan karena menjaga syariat adalah fardhu kifayah apabila di luar keadaan wajib ‘ain. Selain itu tidak mudah menjaga syariat kecuali dengan mempelajari ilmu-ilmu tersebut. Sesuatu yang dijadikan sebagai perantara wajib mutlak maka hukum sesuatu itu adalah wajib.
2. Bid’ah Haram.
Pengertiannya adalah setiap bid’ah yang dikenai kaidah-kaidah keharaman dan dalil-dalil keharaman secara syar’i, seperti pemungutan cukai, mendahulukan orang-orang bodoh dan mengakhirkan para ulama, memberikaan sumber-sumber syariat kepada orang yang tidak layak atau tidak mumpuni menerimanya dengan cara mutawatir dan menjadikan orang yang dijadikan sebagai pedoman dalam sumber-sumber syariat itu adalah orang yang bukan ahli di dalamnya.
3. Bid’ah Disunahkan.
Pengertiannya adalah setiap bid’ah yang dikenai oleh kaidah-kaidah sunah dan dalil-dalilnya, seperti sholat tarawih secara berjamaah, mendirikan batas-batas wilayah bagi para imam, para hakim, para pemimpin pemerintahan berbeda dengan apa yang ada pada masa para sahabat Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama karena pada saat itu tidak adanya batas-batas seperti itu karena misi-misi dan tujuan-tujuan syariat tidak dapat dihasilkan kecuali dengan kewibawaan para pemerintah di hati orang-orang. Sedangkan orang-orang di zaman sahabat radhiyallahu ‘anhum akan menjadi berwibawa dengan agama Islam dan lebih dulu dengan ikut serta dalam hijrah dan lebih dulu memeluk Islam. Kemudian lambat laun kedisiplinan kemiliteran mulai menurun hingga akhirnya mereka menjadi berwibawa dengan adanya batas-batas pemerintahan. Sebagian ulama menambahkan bahwa termasuk sebagian dari bid’ah yang disunahkan adalah mengadakan tradisi membangun pondokan, madrasah-madrasah, setiap perbuatan baik baik yang tidak ditemukan di zaman Rasulullah dan sahabat, dan membahas secara mendalam tentang ilmu Tasawwuf.
Demikian penjelasan bid’ah yang hukumnya wajib dan sunah. Berikutnya akan dibahas bid’ah yang hukumnya Mabah, Makruh dan yg haram.
Wallahu a’lam bisowab.
SebelumnyaEvent Gerakan Santri Menulis Yang Bertemakan "Santri Melawan Hoax" SesudahnyaBerwudhu Menggunakan Air Yang Tersimpan Di Dalam Tisu

Berita Lainnya

0 Komentar

Lainnya