Sebagai Pembuka Awal tahun, Pondok Pesantren Fadhlul Fadhlan Rutinan Agendakan Baiat Thoriqoh Qodiriyah Wa Naqsabandiyah (TQN) dan Ziarah Makam Wali Songo
Sebagai pembuka awal tahun 2024 Pendiri & Pengasuh Pondok Pesantren Fadhlul Fadhlan (Pesantren Bilingual Berbasis Karakter Salaf) Semarang, agendakan Baiat TQN dan ziarah auliya’ beserta pengasuh DR. KH Fadlolan Musyaffa’,Lc., MA dan Ibunyai Hj. Fenty Hidayah S.Pd sebagai syiar perbedaan umumnya tetangga kita yang tahun baru merayakan pesta wisata keluar kota bersama keluarga.
Usai pelaksanaan Baiat Thoriqoh Qodiriyah Wa Naqsabandiyah (TQN) oleh Mursyid KH. Dzikron Abdullah, kami melanjutkan Ziarah Walisongo yang ada di Jateng yaitu Sunan Demak, Kudus, Muria dan para wili yang ada di kota Semarang yaitu Syekh Jumadil Kubro, Syekh Sholeh Darat, dll.
Ziarah yang diikuti oleh beberapa santri sepuh yang menjadi jamaah pengajian rutin Ahad Pagi di PPFF usai baiat lanjut ziarah yang dimulai makam Syeikh Jumbadil Kubro, Sunan Muria (Raden Umar Sa’id), Sunan Kudus (Syeikh Ja’far Shoddiq), Sunan Kalijaga (Raden Sahid).
Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah adalah perpaduan dari dua buah tarekat besar, yaitu Thariqah Qadiriyah dan Thariqah Naqsabandiyah. Pendiri thoriqoh baru ini adalah seorang Sufi Syaikh besar Masjid Al-Haram di Makkah al-Mukarramah bernama Syaikh Ahmad Khatib Ibn Abd.Ghaffar al-Sambasi al-Jawi. Kedua tarekat tersebut memiliki inti ajaran yang saling melengakapi, terutama jenis dzikir dan metodenya.
Dalam acara baiat Thoriqoh, Kyai Dzikron sebagai seorang mursyid Thoriqoh membaiat para jamaah sepuh yang bareng kami dari Pondok Pesantren Fadhlul Fadhlan Semarang. Baiat terlebih dahulu kepada DR. KH. Fadlolan Musyaffa’,Lc., MA sebagai khalifah atau badal mursyid thoriqoh. Setelah itu baru kami dibaiat masal.
Sekilas manaqib aulya yang kita ziarah, pertama Syekh Jamaluddin Al-Husaini (1310-1394 M) dikenal dengan nama Syekh Jumadil Kubro adalah seorang mubaligh terkemuka, dia menyebarkan Islam di Nusantara. Syekh Jumadil Kubro memiliki peranan yang sangat penting dalam dakwah dan penyebaran agama Islam pada zaman
Majapahit. la mulanya menyebarkan ajaran
Islam di Samudera Pasai, kemudian berkelana ke Semarang, Demak, Bojonegoro, hingga Wajo, Sulawesi Selatan. Setelah itu, melanjutkan ziarah makam Sunan Muria (Raden Umar Sa’id) dan Sunan Kudus (Rasen Ja’far Shoddiq). Dalam berdakwah, Sunan Muria mengadopsi cara yang dilakukan ayah beliau, Sunan Kalijaga yakni dengan pendekatan kesenian. Beliau menciptakan tembang Sinom dan Kinanti. Begitu juga dengan Sunan Kudus, Dalam berdakwah, Sunan Kudus mengedepankan sikap toleransi kepada masyarakat sekitar yang masih menganut agama Hindu dan Budha. Sebagai bentuk toleransi, beliau melarang umat Islam di Kudus menyembelih sapi saat Idul Adha karena dikhawatirkan dapat menyinggung perasaan umat Hindu yang menganggap sapi sebagai hewan suci dan sebagai gantinya, kaum muslim di Kudus menyembelih kerbau.
Setelah itu, rombongan ziarah Pengasuh Pondok Pesantren Fadhlul Fadhlan, DR. KH. Fadlolan Musyaffa’ Lc., MA dan Ibu Nyai Fenty Hidayah, S.Pd.I melanjutkan perjalanan ziarah ke Demak yaitu kota yang mempunyai julukan “Kota Wali” untuk berziarah ke Makam Sunan Kalijaga yang berada di Kadilangu, Demak, Jawa Tegah. Sunan Kalijaga adalah wali yang hidup di tanah Jawa Tengah, lahir sekitar tahun 1400-an dari keluarga bangsawan Tuban, yakni dari seorang bupati Tuban bernama Tumenggung Wilatikta dan istrinya yang bernama Dewi Nawangrum. Kala itu, nama kecil Beliau adalah Raden Sahid. Beliau menguasai ilmu seni, kebudayaan masyarakat lokal, sastra Jawa, ilmi falak dam lainnya. Dan ilmu ruhaniah Beliau dalami sampai diangkat menjadi wali di tanah Jawa. Salah satu karomah Sunan Kalijaga adalah mengubah pasir menjadi beras. Ketika Sunan Kalijaga melihat orang yang miskin datang ke kepala dusun dengan tujuan meminta dipiniami beras seliter untuk makan anaknya yang belum makan. Kepala dusun berkata bahwa semua karung di rumahnya bukanlah beras, melainkan berisi pasir. Mendengar kebohongan itu, Sunan Kalijaga berdoa kepada Allah SWT agar mengubah semua beras dalam karung itu menjadi pasir. Seketika itu juga doa Sunan Kalijaga dikabulkan Allah SWT.
Semoga dengan adanya ziarah Thoriqoh Qodiriyah Wan Naqsabandiyah dan Ziarah makam Auliya’ kita mampu meningkatkan kualitas keimanan dan mampu meneladani para waliullah yang mana mereka adalah orang yang alim yang sangat dekat kepada Allah SWT. Karena Kita yakin bahwa dengan tawassul kepada waliyullah, Allah akan mengabulkan doa-doa kita. Aamiin Allahumma Aamiin.