TABARRUK (MERAIH KEBERKAHAN) DENGAN PENINGGALAN ORANG-ORANG SHALEH

Rangkuman Ngaji Al-Ajwibah Al-Ghaliyah
Senin, 18 Maret 2024
Oleh : Gus Ahmad Syauqi Istiqlaly
========================
TABARRUK (MERAIH KEBERKAHAN) DENGAN PENINGGALAN ORANG-ORANG SHALEH
Soal: Bolehkah tabaruk pada peninggalan orang-orang shaleh dan apa dalilnya?
Jawab: Ya, boleh dan dalilnya banyak. Di antaranya, kenyataan tabaruk yang dilakukan oleh para sahabat, radhiyallahu ‘anhum, dan upaya mereka mendapatkan
pertolongan melalui peninggalan-peninggalan Nabi SAW pada saat beliau masih hidup maupun setelah beliau wafat. Terkait hal ini terdapat banyak hadits yang kami paparkan sebagiannya secara ringkas sebagai berikut:
– Dari Sahl bin Sa’ad RA mengenai kisah pakaian burdah yang dimintanya dari Nabi SAW. Saat itu sahabat-sahabatnya mengecamnya lantaran meminta pakaian burdah tersebut kepada Nabi SAW, padahal beliau masih memakainya. Sahl bin Sa’ad RA mengatakan, “Aku memintanya kepada beliau hanya agar dijadikan sebagai kafanku.” Dalam riwayat lain, “Aku berharap keberkahannya karena Nabi SAW telah mengenakannnya, semoga aku dapat dikafani dengannya. (HR. Bukhari 1218).
– Dari Asma’ binti Abu Bakar Ash-Shiddiq, dia mengatakan, “Ini adalah jubah Rasulullah SAW.” Asma’ mengeluarkan jubah thayalisi kisrawani kepadaku dan mengatakan. “Dulu ini berada di tempat Aisyah RA. Begitu Aisyah RA wafat, jubah ini beralih kepadaku. Dulu Nabi SAW mengenakannya. Kami membasuhkannya untuk orang-orang sakit dengan berharap kesembuhan dengan perantara jubah beliau ini. (HR. Muslim 2069).
– Dari Abdullah bin Mauhib, dia mengatakan, “Ibuku mengutusku untuk menemui Ummu Salamah RA dengan membawa segelas air. Ummu Salamah RA membawa guci kecil dari perak yang berisi rambut Nabi SAW. Saat itu jika ada orang yang terkena gangguan atau suatu penyakit, maka orang itu dibawa kepada Ummu Salamah RA yang lantas mengeluarkan guci yang berisi rambut beliau itu. Rambut itu pun dimasukkan ke dalam air beberapa saat lalu orang yang sakit meminum air darinya. Aku melongok ke dalam guci tersebut dan aku melihat beberapa helai rambut yang berwarna merah.” (HR. Bukhari 5558).
– Dari Anas RA bahwa Ummu Sulaim membuka kotak kecilnya, lantas mengelap keringat Nabi SAW ke dalamnya, kemudian memerasnya ke dalam botol-botolnya. “Apa yang kamu lakukan, ya Ummu Sulaim?” tanya Nabi SAW. Ummu Sulaim menjawab, “Wahai Rasulullah, kami mengharapkan keberkahannya bagi anak-anak kecil kami.” Beliau bersabda, “Kamu benar.” (HR. Muslim 2331). Dinyatakan dalam riwayat bahwa ketika Anas RA menghadap kematian, dia berwasiat agar keringat itu dicampur dengan hanuth (jenis minyak wangi untuk jenazah). Begitu dia wafat, minyak wangi itu pun diberi keringat beliau tersebut. (HR. Bukhari 5992).
– Anas RA mengatakan, “Aku melihat Rasulullah SAW dan tukang cukur rambut yang sedang mencukur beliau, sementara sahabat-sahabat beliau mengelilingi beliau. Mereka tidak menghendaki ada sehelai rambut pun yang jatuh kecuali di tangan seseorang. (HR. Muslim 2325).
– Para sahabat RA senantiasa menjaga rambut Nabi SAW untuk keperluan tabaruk dan permohonan syafaat. Dalam riwayat dinyatakan bahwa Khalid bin Walid RA meletakkan rambut-rambut Nabi SAW pada pecinya. Dalam suatu peperangan, pecinya terjatuh. Khalid bin Walid RA pun berusaha keras untuk mendapatkan kembali pecinya hingga membuat sebagian sahabat tidak menyukai perbuatannya ini lantaran berakibat pada banyaknya jumlah korban yang tewas. Khalid mengatakan, “Aku melakukan itu bukan karena peci, tapi karena rambut Nabi SAW yang ada padanya agar keberkahannya tidak terampas dan jatuh di tangan orang-orang musyrik.
– Dari Abu Juhaifah RA, ia berkata, “Aku menemui Nabi SAW yang saat itu sedang berada di Kubah Merah yang terbuat dari kulit. Aku melihat Bilal mengambilkan air wudlu Nabi SAW, sementara orang-orang dengan sigap menadahinya. Orang yang mendapatkan tadahan air wudlu, membasuhkan pada dirinya. Sedangkan orang yang tidak mendapatkan tadahan air wudlu itu mengambil dari basahan air wudlu yang didapat sahabatnya. (HR. Bukhari 369, 5521). Maksudnya untuk mendapatkan keberkahan dan syafaat.”
– Abu Musa Al-Asy’ary mengatakan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Juhaifah RA darinya, Nabi SAW meminta diambilkan secawan air lantas membasuh kedua tangan dan wajah beliau dengan air tersebut lantas menuangkannya. Beliau bersabda kepada Abu Musa RA dan Abu Juhaifah RA: “Minumlah kalian berdua darinya dan tuangkanlah pada wajah dan leher kalian berdua.” Ini adalah perintah dari Rasulullah SAW agar melakukan tabaruk pada bekas-bekas beliau.
– Dari Ja’far bin Muhammad RA, ia mengatakan, “Saat mereka memandikan jenazah Nabi SAW setelah beliau wafat, ada air yang terhimpun di kelopak mata beliau. Ketika itu Ali RA menghisapnya sedikit demi sedikit.” (HR. Ahmad 1: 267). Maksudnya ia menghisap air itu lantaran keberkahan-keberkahan Nabi SAW.
– Diriwayatkan bahwa Mu’awiyah memiliki beberapa potongan kuku Nabi SAW. Ketika menghadapi kematian, ia berwasiat agar kuku-kuku itu ditumbuk sampai halus lantas diletakkan di mata dan mulutnya. Muawiyah berkata kepada para sahabat, “Lakukanlah itu kepadaku, dan biarkanlah itu di antara aku dan Allah Sang Arhamurrahimin (Dzat Yang paling penyayang di antara yang penyayang).
– Diriwayatkan bahwa Anas berwasiat agar di bawah lidahnya diberi sehelai rambut Rasulullah SAW. Saat ia wafat wasiat itu pun dilakukan.
__________________________________
Soal: Apa hikmah tabarruk pada peninggalan orang-orang shaleh?
Jawab: Seorang bijak menyebutkan bahwa hikmah tabaruk dengan peninggalan orang-orang shaleh dan tempat-tempat mereka serta apa-apa yang berhubungan dengan mereka adalah lantaran tempat-tempat mereka berkaitan dengan pakaian mereka, pakaian mereka mencakup badan mereka, badan mereka mencakup hati
mereka, dan hati mereka berada dalam kehadiran Tuhan mereka.
Saat Allah SWT melimpahkan berbagai curahan anugrah ketuhanan ke dalam hati mereka, maka keberkahannya menjalar kepada tiap sesuatu yang berkaitan dengannya dan yang berada di sekitarnya. Seperti dinyatakan dalam firman Allah SWT:
فَقَبَضْتُ قَبْضَةً مِّنْ اَثَرِ الرَّسُوْلِ
Artinya : “Kemudian, aku ambil segenggam tanah bekas jejak rasul (Jibril).” (QS. Thaha ayat 96).
Maksudnya, dari bekas telapak kaki kuda utusan itu (malaikat) sebagaimana yang dipaparkan pada beberapa kitab tafsir.
__________________________________
Soal: Apakah tabarruk pada peninggalan orang-orang shaleh pada hakikatnya merupakan tawasul pada Allah SWT?
Jawab: Ya. Tabarruk dengan peninggalan orang-orang shaleh adalah hakikat tawasul dengan Allah SWT, dan ini dibolehkan bahkan dianjurkan dalam syariat. Sebab, ini berarti seorang hamba berupaya menggapai wasilah atau perantara kepada Allah SWT untuk mencapai tujuan-tujuannya lantaran perantara itu telah ditetapkan memiliki keutamaan di sisi Allah SWT.
_________________________________
Soal: Kenapa tabarruk itu hukumnya diperbolehkan dan bahkan disyariatkan?
Jawab: Dihukumi boleh dan dianjurkan karena amaliyah tabaruk ini mencontoh dari mereka, maksudnya dari para sahabat, pada seluruh aktivitas mereka untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Adapun anggapan bahwa tabarruk merupakan perbuatan sia-sia tanpa makna dan tiada guna bagi mereka yang melakukannya, maka sungguh jauh kemungkinannya para sahabat melakukan perbuatan yang tiada arti sama sekali. Jauh pula kemungkinannya Rasulullah SAW menetapkan perbuatan yang tiada arti itu. Jadi, pasti mereka mempunyai tujuan yang benar dan maksud yang mereka kehendaki, yaitu menggapai berkah, syafaat, dan rahmat dari Allah SWT lantaran adanya keutamaan bekas-bekas yang mulia itu di sisi Allah SWT.
والله أعلم بالصواب