Hukum Sholat di Pesawat
======================================
• Pendapat Ulama tentang Sholat di Pesawat
Shalat di pesawat termasuk masalah kontemporer. Pada zaman dulu, fenomena ini belum muncul. Karenanya, masalah ini masuk ke dalam kajian kontemporer para ulama masa kini. Para ulama berpendapat bahwa menunaikan shalat di pesawat hukumnya boleh . Hendaknya semua itu dilakukan semampunya. Karena syara tidak pernah menuntut seorang mukallaf harus menunaikan kewajiban itu secara sempurna, sebagaimana firman Allah Swt :
فَا تَّقُوا اللّٰهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah SWT menurut kesanggupanmu.. ”
(QS. At-Taghabun 64: Ayat 16)
• Cara Mengetahui Waktu Sholat di Pesawat
1. Ijtihad di dalam pesawat, yaitu bisa dilakukan dengan cara melihat kondisi luar pesawat tentang posisi matahari. Bisa juga bertanya kepada awak pesawat, yang lebih tahu tentang kondisi timing selama penerbangan.
2. Cara menantukan waktu shalat selain melihat jendela pesawat, maka bisa juga menggunakan jam arloji dan bertanya kepada pilot atau pramugara yang biasa terbang di wilayah tersebut, sehingga perbedaan waktu di setiap udara dimana posisi pesawat di atas satu negara bisa di ketahui secara pasti atau mendekati kepastian.
• Bersuci di Pesawat
Jika memungkinkan wudlu, maka tunaikanlah. Jika tidak, bisa dengan tayamum. Setelah itu, baru menunaikan shalat.
Dalam kitab al-Bajuri (1/102), Imam al-Bajuri menegaskan, “Dalam keadaan tidak ada air atau debu, ia tetap wajib menunaikan shalat fardlu karena menghormati waktu shalat yang ada (al-shala li hurmatil waqt) dan mengulangnya ketika kondisi kembali normal.
• Hukum Menghadap Kiblat di Pesawat
Ulama berbeda pendapat dalam
masalah ini, tetapi intinya perbedaan tersebut bertemu di satu titik bahwa seseorang tidak wajib menghadap kiblat ketika kondisinya tidak memungkinkan. Karena Allah SWT memberikan beban masih dalam kemampuan mukallaf, sebagaimana firman Allah Swt :
لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا
“Allah SWT tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya… ”
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 286)
• Haruskah Sholat di Pesawat Ditunaikan dengan Berdiri?
Pendapat Jumhur Ulama yaitu mazhab Maliki, Syafii dan Hambali dan dua orang mazhab Hanafi yaitu bahwa menunaikan shalat di atas kapal/pesawat harus menunaikannya dengan berdiri selama dia mampu, sebagaimana shalat di daratan.
• Benarkah Sholat di Pesawat Tidak Sah?
Para ulama berpandangan bahwa shalat di pesawat tidak memenuhi salah satu syarat yang wajib dipenuhi di atas, yaitu menetap di tanah bumi (istiqrar) atau perantara yang menghubungkan pada tanah bumi.
Jumhur Ulama secara mutlak membolehkan pelaksanaan shalat di dalam pesawat selama mengudara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan syara.
Namun, mazhab Maliki tidak memperbolehkannya. Alasannya?, kriteria sujud yang ditetapkan oleh mazhab Maliki bahwa sujud harus menempel pada tanah secara langsung tidak bisa terpenuhi dalam konteks pesawat.
Para pengikut mazhab Syafii berpendapat bahwa shalatnya seseorang di atas kapal dianggap sah.
Dalam al-Nihayah, Imam Romli mengatakan, “Jika seseorang menunaikan shalat fardlu ain atau lainnya di atas binatang tunggangan seraya menghadap kiblat, dan menyempurnakan ruku dan sujudnya, maka shalatnya dianggap sah.”
Intinya, ketika seseorang menunaikan shalat di dalam pesawat dan tetap bisa melakukan prosesi ruku dan sujud karena kondisinya memungkinkan, maka shalatnya sah sebagaimana keabsahan shalat di atas kapal atau perahu.
• Inti pembahasan shalat di atas pesawat atau kapal laut adalah:
1. Jika dimungkinkan maka shalat seperti biasa, yaitu shalat berjamaah, atau sendirian, menghadap kiblat, berdiri, ruku dan sujud seperti biasa. Ini shalat sempurna, tidak wajib qodlo’ shalat (tidak mengulagi shalat).
2. Jika tidak dapat berdiri secara total, maka berdiri menghadap kiblat, takbiratul ihram, lalu meneruskan shalat sambil duduk, membaca Alfatihah dan ayat, dengan melakukan semua pergerakan shalat dalam kondisi duduk di kursi pesawat meghadap sesuai arah pesawat terbang. Rukuk dan sujud bisa tergantikan dengan isyarat. Ini juga shalat sempurna denga syarat rukun yang minimalis, maka tidak wajib qodlo’ shalat tsb.
3. Dan Apabila tidak mendapatkan air, maka dapat bertayamum.
4. Shalat di pesawat udara atau luar angkasa adalah lihurmatil waqt (menghormati/ memuliakan waktu sholat), kebolehan menunaikan shalat dengan segala kekurangan yang ada, baik dalam penunaian rukun atau syarat tersebut adalah semata-mata lihurmatil waqt.
Jadi, ketika ia sudah kembali kepada keadaan semula, maka ia wajib qodlo’ shalat (wajib mengulangnya).
Sumber:
> Kitab Assholah fii al-Hawa, karya KH. DR. Fadlolan Musyaffa’, Lc., MA.
> Kitab Nihayat al-Muhtaj, jilid 1 hal. 434. Syaikh Syamsuddîn al-Ramlî
> Fatwa-fatwa jamiyyah, hal 429.