GHOSOB
Terbit 12 Juni 2023 | Oleh : Admin | Kategori : Fiqhiyah
**
Istilah ghosob bukanlah hal yang asing di dalam sebuah Pesantren. Perilaku Ghosob ibarat adat kebiasaan yang sudah menjamur di kalangan para santri, mereka seringkali mengghosob barang-barang milik temannya seperti halnya sabun, sandal, pulpen dan lain sebagainya.
Dalam kacamata fikih, ghosob yaitu mengambil sesuatu secara dhalim, atau menguasai hak orang lain dengan cara dhalim.
Sebagaimana penjelasan
di dalam kitab Fathul Qarib karangan as-Syaikh Abu Abdillah Muhammad bin Qasim al-Ghazi dijelaskan bahwa :
(فصل في أحكام الغصب)
هو لغة أخذ الشيء ظلما مجاهرة و شرعا الإستيلاء على حق الغير عدوانا
وَيُرْجَعُ فِي الْإِسْلَاءِ لِلْعُرْفِ
” Ghasab secara etimologi adalah mengambil sesuatu secara dhalim dengan cara terang-terangan. Sedangkan secara termonologi hukum, ghasab yaitu menguasai hak orang lain dengan cara dhalim.
Ukuran menguasai dikembalikan pada ‘urf.”
Adapun suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai perbuatan ghosob
apabila memenuhi rukun sebagai berikut:
1. Pelaku ghosob / perampasan
2. Korban perampasan
3. Harta rampasan
4. Perbuatan perampasan.
Hukum ghosob adalah haram, pengharaman tindakan ghosob ditetapkan di dalam al-Qur’an, hadist dan ijma.
Ayat Al-Quran yang menunjukkan diharamkannya perbuatan ghosob sebagaimana Firman Allah Swt:
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْۤا اَمْوَا لَـكُمْ بَيْنَكُمْ بِا لْبَا طِلِ اِلَّاۤ اَنْ تَكُوْنَ تِجَا رَةً عَنْ تَرَا ضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْۤا اَنْـفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.”
(QS. An-Nisa’ 4: Ayat 29)
Beberapa contoh kasus ghosob :
(1)
صُوْرَةُ الْغَصْبِ
أَنْ يَرْكَبَ زَيْدٌ دَابَّةَ عَمْرٍو بِغَيْرِ إِذْنِهِ
” Contoh Ghashab
Zaid menaiki kendaraan Amru tanpa mendapatkan izin dari Amru.” ( Al-Yaqut An-Nafis; Imam Ahmad Bin Umar Asy-Syathiri)
(2) Karena dianggap telah akrab, seringkali kita menggunakan milik orang lain tanpa terlebih dahulu meminta izin kepadanya. Namun, teman yang sudah kita anggap akrab tersebut terkadang masih berat hati terhadap sikap kita. Apa standarisasi suatu barang yang telah direlakan pemiliknya, sehingga halal untuk diambil atau digunakan?
Jawaban : Suatu barang dianggap direlakan, jika ada izin langsung dari pemiliknya atau ada indikasi kuat kerelaannya dengan mempertimbangkan segala aspek, meliputi bentuk barang, situasi dan kondisi, tempat dan pemiliknya. ( al- fatwa al- fiqhiyah al- kubro, III/ 368 Maktabah Islamiyah)
• waAllahu a’lam