Rangkuman Tafsir Jalalain Surat Al-Maidah: 24-26
Kajian Tafsir Jalalain | Al-Maidah: 24-26 | DR. K.H. Fadlolan Musyaffa’, Lc., MA. | 22 Mei 2022
-Surat Al-Ma’idah: 24]
قَالُواْ يَٰمُوسَىٰٓ إِنَّا لَن نَّدۡخُلَهَآ أَبَدٗا مَّا دَامُواْ فِيهَا فَٱذۡهَبۡ أَنتَ وَرَبُّكَ فَقَٰتِلَآ إِنَّا هَٰهُنَا قَٰعِدُونَ
Artinya: “Mereka berkata, “Wahai Musa! Sampai kapan pun kami tidak akan memasukinya selama mereka masih ada di dalamnya, karena itu pergilah engkau bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua. Biarlah kami tetap (menanti) di sini saja”.
Ayat ini masih menceritakan tentang kelanjutan dari kisah kaum Nabi Musa AS yang malah membangkang dan tidak mau menuruti perintah Nabi Musa AS untuk masuk ke Tanah Syam dan memerangi kaum Jabbarin walaupun sudah diarahkan dan dijanjikan dengan pertolongan oleh Allah SWT.
-Surat Al-Ma’idah: 25
قَالَ رَبِّ إِنِّي لَآ أَمۡلِكُ إِلَّا نَفۡسِي وَأَخِيۖ فَٱفۡرُقۡ بَيۡنَنَا وَبَيۡنَ ٱلۡقَوۡمِ ٱلۡفَٰسِقِينَ
Artinya: “Dia (Musa) berkata, “Ya Tuhanku, aku hanya menguasai diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu”.
Nabi Musa AS yang merasa tidak tau lagi bagaimana cara menghadapi kaumnya yang membangkang kemudian berdoa kepada Allah SWT agar dipisahkan dengan kaumnya yang merupakan orang-orang yang fasiq (tidak taat pada perintah Allah SWT yang disampaikan lewat Nabi Musa AS).
Catatan: yang dimaksud dengan ‘saudaraku’ pada ayat ini adalah saudara Nabi Musa AS yaitu Nabi Harus AS yang dikisahkan memiliki kelebihan dalam berdiplomasi.
-Surat Al-Ma’idah: 26
قَالَ فَإِنَّهَا مُحَرَّمَةٌ عَلَيۡهِمۡۛ أَرۡبَعِينَ سَنَةٗۛ يَتِيهُونَ فِي ٱلۡأَرۡضِۚ فَلَا تَأۡسَ عَلَى ٱلۡقَوۡمِ ٱلۡفَٰسِقِينَ
Artinya: “(Allah) berfirman, “(Jika demikian), maka (negeri) itu terlarang buat mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan mengembara kebingungan di bumi. Maka janganlah engkau (Musa) bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu”.
Atas doa Nabi Musa AS, Allah SWT kemudian melaknat kaum Nabi Musa dan membuat mereka tidak bisa memasuki Tanah Syam selama 40 tahun dan mereka akan selalu dalam kebingungan.
Mereka akan kebingungan dan berputar-putar di daerah yang menurut Ibnu Abbas luasnya sembilan farsakh (1 farsakh : 3 mil : 5,5 km). Dalam kitab Tafsir Jalalain dijelaskan bahwa mereka memulai perjalanan di waktu malam dengan penuh kesungguhan ke arah yang dituju tetapi di waktu pagi mereka malah kembali ke tempat semula. Demikian pula perjalanan di waktu siang hingga akhirnya mereka meninggal dunia kecuali orang-orang yang di saat itu usianya belum lagi mencapai 20 tahun.
Ada yang mengatakan bahwa jumlah mereka enam ratus ribu orang dan di padang itulah (padang Tih) wafatlah Nabi Harun AS dan Nabi Musa AS. Hal itu menjadi rahmat bagi beliau berdua karena bagi seorang Nabi, kematian adalah kesempatan untuk bertemu dengan Allah SWT. Sebaliknya, menjadi azab dan siksa bagi umat mereka.
Setelah dekat dengan hari wafatnya, Nabi Musa AS memohon kepada Allah SWT agar didekatkan kepada tanah suci. Tanah suci yang dimaksud disini bukan lagi Tanah Syam, melainkan Masjidil Aqsha (Palestina), maka permohonan itu dikabulkannya sebagaimana tersebut dalam hadis.
Setelah masa empat puluh tahun itu Allah SWT mengangkat Yusya menjadi nabi dan memerintahkannya untuk memerangi kaum Jabbarin tadi. Maka berangkatlah Nabi Yusuf dengan sisa-sisa Bani Israel dan memerangi musuh yang ketika itu bertepatan dengan hari Jumat.
Menurut berita, matahari terhenti selama sesaat menunggu selesai mereka berperang. Diriwayatkan oleh Ahmad dalam sebuah hadis bahwa matahari itu tidak pernah tertahan jalannya untuk kepentingan manusia kecuali bagi Nabi Yusya.
Wallahu a’lam bis shawab..