SEKILAS INFO
  • 2 tahun yang lalu / Penerimaan Peserta Didik Baru
  • 3 tahun yang lalu / Selamat Datang di Website Resmi Pondok Pesantren Fadhlul Fadhlan
WAKTU :

Mensucikan Najis Menggunakan Tisu Basah

Terbit 11 April 2022 | Oleh : Team Mdc | Kategori : Pasanan
Mensucikan Najis Menggunakan Tisu Basah
Rangkuman Ngaji Kitab Ash-Sholah Fi Al-Hawa
Oleh: DR. K.H. Fadlolan Musyaffa’, Lc., MA.
====================
MENSUCIKAN NAJIS MENGGUNAKAN TISU BASAH
Yang dimaksud dengan tisu basah disini adalah tisu yang dibasahi menggunakan air yang suci mensucikan lalu disimpan pada wadah plastik (bukan tisu basah wangi seperti yang banyak beredar di pasaran). Syarat tisu basah yang bisa digunakan untuk bersuci adalah tisu yang sudah dibenamkan dalam air dan sekiranya tisu tersebut diangkat dari wadah akan meneteskan minimal 3 tetes air. Dalam hal ini, tisu akan digunakan sebagai perantara untuk membasuhkan air pada anggota badan yang harus dibasuh dalam wudlu maupun bersuci dari najis.
Seiring dengan mobilitas masyarakat masa kini, tisu yang dibasahi dan ditaruh didalam wadah bisa menjadi alternatif yang mudah untuk digunakan bersuci terutama bagi para musafir yang bepergian menggunakan pesawat terbang.
Hukum diperbolehkannya membasuh (bersuci) menggunakan tisu yang dibasahi diqiyaskan dengan diperbolehkannya membasuh menggunakan es batu. Dasar hukumnya adalah:
“Diriwayatkan oleh Abu Yusuf RA, ketika masyarakat bertanya tentang hukum berwudlu dengan salju dan tidak ada sesuatu yang menetes dari situ, maka wudlunya tidak sah. Namun jika masih ada dua atau tiga tetesan, wudlunya dianggap sah. Ketika seorang Ahli Fiqih bernama Abu Ja’far Al-Handawani ditanya tentang hukum berwudlu dengan salju, beliau menjawab, “itu mengusap, bukan membasuh. Tapi jika salju itu mencair bisa untuk membasuh, maka hukumnya boleh”.
Oleh karena itu, membasuh dengan tisu yang dibasahi adalah memenuhi kriteria sebagaimana salju yang jika meneteskan dua atau tiga tetes saja diperbolehkan. Tetesan dari tisu yang dibasahi bahkan lebih banyak lagi, maka hukumnya boleh.
Jumhur ulama berpendapat bahwa najis tidak akan hilang, kecuali jika dibasuh dengan air yang suci mensucikan. Sebagaian berpendapat bahwa najis tersebut dianggap hilang jika sudah dibasuh dengan segala jenis benda cair yang suci dan mampu menghilangkan jejak najis. Pendapat yang terakhir ini adalah pendapat dari Madzhab Hanafi dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad serta dirajihkan oleh Ibnu Taimiyah.
Dalam kitab Fatawa Kubranya, Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa “najis bisa dihilangkan dengan benda cair yang suci, misalnya cuka, selama efektif untuk menghilangkan bekasnya”. Beliau juga berpendapat bahwa “jika ada barang terkena najis dan akan berefek negatif jika dibasuh dengan air, misalnya kain sutera atau kertas, maka cukup dengan mengusapnya”. Inilah pendapat Ibnu Taimiyah tentang masalah menghilangkan najis yang mempunyai maksud bahwa menghilangkan najis dengan benda cair yang suci saja sudah cukup.
Wallahu a’lam bis shawab..
SebelumnyaSedekah Wasiat 33-38 SesudahnyaKitab Ash-Sholah Fi Al-Hawa Karya DR. K.H. Fadlolan Musyaffa', Lc., MA.

Berita Lainnya

0 Komentar

Lainnya