Pentingnya Memiliki Sifat Rendah Terhadap Ilmu Bagi Seorang Pelajar
Terbit 5 November 2021 | Oleh : Admin | Kategori : Akhlak
Kajian Ta’lim Muta’alim | Hal : 30 | DR. K.H. Fadlolan Musyaffa’, Lc., MA. | 5 November 2021
Hendaknya seorang pelajar memiliki rasa rendah terhadap ilmu (tidak memiliki kelebihan ilmu) karena ilmu kedudukannya tinggi dan tidak akan masuk ilmu kepada seseorang yang merasa memiliki kedudukan tinggi. Tanpa ia merendah (menundukkan posisi kepada ilmu) maka ia tidak akan mendapatkan ilmu.
Dikatakan dalam sebuah syair Syekh Kholil bin Ahmad mengatakan:
اَلْعِلْمُ مِنْ شَرْطِهٖ لِمَنْ خَدَمَهُ # اَنْ يَجْعَلَ النَّاسَ كُلَّهُمْ خَدَمَهُ
“Sebagian dari syaratnya mendapatkan ilmu yaitu dengan menjadi khadamnya ilmu ( pelayannya ilmu)”.
Sebagai pelajar kita membutuhkan ilmu. Ilmu memiliki kedudukan yang tinggi, maka kita harus melayani ilmu dengan merendah kepada ilmu dengan cara belajar dengan tekun, bersungguh-sungguh, dan haus akan ilmu (tidak cepat puas akan ilmu yang telah didapatkan dan selalu merasa kurang ilmu).
Hendaknya seorang pelajar menggunakan seluruh waktunya untuk belajar dengan berangan-angan terhadap ilmu, memikirkan ilmu, menghafalkan ilmu, menganalisa ilmu, dan seluruh waktunya hanya digunakan untuk belajar. Dengan begitu kamu akan mendapatkan halusnya (detail/rumit) sebuah ilmu karena untuk mendapatkan hasil ilmu yang lembut (ilmu yg sulit) harus dilakukan dengan bersungguh-sungguh.
Dan hendaknya seorang pelajar harus selalu mengangan-angankan pembicaraan yang akan disampaikan dari jauh hari dengan persiapan yang matang sebelum berbicara didepan banyak orang sehingga apa yang disampaikan kepada orang lain itu benar. Diibaratkan pembicara seperti anak panah yang bilamana anak panah tersebut dilepas tidak sesuai dengan titik yang dituju maka anak panah tersebut akan terlempar di tempat yang salah tidak bisa ditarik kembali. Sama halnya dengan perkataan yang telah diucapkan apabila perkataan tersebut benar dan sampai kepada orang yang benar maka dapat disimpulkan bahwa perkataan tersebut tersalurkan dengan benar sebaliknya jika perkataan salah maka akan merugikan orang lain.
Dikatakan seorang ahli Ilmu Ushulul Fiqh:
قِيْلَ : رَأْسُ الْعَقْلِ اَنْ يكُوْنَ الْكَلَامُ بِالثُبُوْتِ وَ التَّأَمُّلِ
“Pokok sebuah akal adalah apabila seorang pembicara mengatakan pembicaraan dengan berangan-angan, pelan-pelan (tidak asal dalam berbicara) dan pembicarannya tetap pada satu hal (tidak plinplan)”.
Dan dikatakan dalam sebuah syair suatu pembicaraan akan mendapatkan hasil yang sempurna jika memperhatikan 5 hal:
1. Sebab-sebab pembicaraan
2. Waktu berbicara
3. Cara berbicara
4. Seberapa ukuran pembicaraan (bilangan panjang pendek pembicaraan)
5. Tempat berbicara.
والله أعلم بالصواب