Peringatan Hari Santri Nasional 22 Oktober 2021 di Pondok Pesantren Fadhlul Fadhlan “Pesantren Bilingual Berbasis Karakter Salaf” Semarang
Peringatan Hari Santri Nasional 22 Oktober 2021 di Pondok Pesantren Fadhlul Fadhlan “Pesantren Bilingual Berbasis Karakter Salaf” Semarang
Seluruh santri putra dan putri Pondok Pesantren Fadhlul Fadhlan “Pesantren Bilingual Berbasis Karakter Salaf” Semarang berkumpul di lapangan pesantren untuk melaksanakan upacara dalam rangka memperingati HSN “Hari Santri Nasional” 22 Oktober 2021. Serangkaian acara dimulai dari upacara hingga di tutup dengan foto barsama pengasuh DR. K.H. Fadlolan Musyaffa’, Lc., MA. dan Ibu Nyai. H.j Fenty Hidayah, S.Pd.I berjalan dengan lancar.
Upacara HSN || Dalam Rangka Memperingati Hari Santri Nasional
Dalam rangkaian upacara DR. K.H. Fadlolan Musyaffa’, Lc., MA menyampaikan amanat mengenai santri dan ulama dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Berikut isi amanat Beliau:
“Peran ulama dan santri sangat penting dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, banyak ulama-ulama hebat Indonesia yang terkenal belajar di Mekkah kemudian pulang ke Indonesia seperti Syekh Ahmad Khathib Al-Minangkabawi dari Sumatra, Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari dari Banjar, Syekh Nawawi Al-Bantani dari Banten Jawa Barat, Syekh Kholil Bangkalan dari Bangkalan Madura, dan Hadratussyekh Hasyim Asy’ari dari Jawa Timur. Beliau semua mempersiapkan pendidikan untuk pesantren tradisional dalam rangka mengajarkan agama, pendidikan karakter, nasionalisme, patriotisme, dan kemerdekaan negara Republik Indonesia jauh dari sebelum terbentuknya negara Indonesia. Para ulama melakukan rapat-rapat kecil di Mekkah mengenai persiapan mengalahkan Belanda yang telah menjajah dalam waktu yang panjang.
Persiapan kemerdekaan dimulai dari para ulama Nusantara yaitu Hadratusyekh Hasyim Asy’ari dengan mendirikan Nahdlatut Tujjar, yaitu kebangkitan para pedagang dan pengusaha dengan membuat media yang bernama “Tashwirul Afkar” guna mensosialisasikan pemikiran ulama dan para kiai untuk persiapan kemerdekaan. Kemudian setelah para ulama Jawa bergabung dan memiliki kekuatan yang kuat maka para ulama mendirikan organisasi para ulama yaitu “Jam’iyah Nahdlatul Ulama” pada tanggal 31 Januari 1926. Organisasi ini melahirkan bibit-bibit para kiai dan santri yang menjunjung tinggi patriotisme dan nasionalisme dengan beranggapan bahwa memperjuangkan kemerdekaan adalah wajib, hingga terproklamasikan Negara Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Namun kemerdekaan Republik Indonesia yang baru berumur satu setengah bulan, tepatnya tanggal 29 September 1945 tentara Inggris yang diboncengi oleh Netherlands Indies Civil Administration (NICA) turun di pelabuhan Tanjung Periuk dengan tujuan untuk mengambil kembali kemerdekaan Indonesia dengan dalih ingin mengusir tentara Jepang, kemudian melancarkan kegiatan untuk merebut Indonesia yang di mulai dari Tanjung Prok lalu mengarah ke Surabaya, sehingga Presiden Sukarno dan Bung Tomo sowan untuk matur kepada Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari atas kepanikan terhadap negara Republik Indonesia yang akan di ambil alih kembali oleh penjajah.
Kemudian Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari memberi jawaban di hadapan presiden Soekarno bahwa kita harus melakukan jihad melawan penjajah demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Kemudian di lanjutkan dengan rapat-rapat Jam’iyyah Nahdlatul Ulama di Jawa Timur dan Madura pada tanggal 21 dan 22 Oktober dan mengeluarkan resolusi jihad yang menjadi ruh perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Dalam Resolusi Kihad NU itulah mendesak kepada pemerintah Indonesia harus tegas mengeluarkan sikap melawan penjajah. Dan diwajibkan jihad fisibilillah.
Kemudian membentuk Tentara Keamanan Takyat (TKR) yang kelak menjadi TNI di bentuk pada 5 Oktober 1945. Akhirnya berkolaborasi 4 unsur pasukan yaitu Laskar Hizbullah yg dipimpin KH. Nawawi, Laskar Sabilillah dipimpin KH. Masykur, TKR yg terdiri dari santri pula, dan dari unsur rakyat sipil yg ingin bergabung jihad melawan penjajah.
Laskar Hizbullah dan Laskar Sabilillah bekerja sama melancarkan perang yang luar biasa dalam perjuangan di Surabaya dimulai tgl 22 Oktober sampai tgl 10 November 1945. Terjadi tragedi tebunuhnya perwira tinggi Inggris Brigjen Mallaby, terbunuh tgl 31 Oktober 1945 sehingga menyebabkan kemarahan Inggris karena dikalahkan oleh santri-santri yang dikenal dengan sebutan arek-arek Suroboyo yang hanya bersenjatakan bambu runcing, sementara kala itu tentara Inggris dan sekutunya memiliki angkatan perang udara, laut, dan darat.
Peperangan yang besar terjadi di Surabaya selama 3 Minggu sejak 22 Oktober sampai 10 November yang di pimpin oleh Kiai Abbas, Buntet Cirebon. Kiai Abbas mampu mengalahkan tentara Inggris hanya dengan biji tasbih beliau lempar bisa berubah menjadi peluru dan setelah beliau berdoa menghadap ke langit “lesung” dapat terbang, dan berubah menjadi pesawat, dan “alu” berubah menjadi rudal yg mengejar pesawat tempur dan rudal yang dilancarkan oleh tentara Inggris.
Sejak itulah 10 Nopember dikenal sebagai hari Pahlawan Nasional.
Sejarah ini merupakan sejarah kemenangan santri yang telah mempersiapkan kemerdekaan, mengisi kemerdekaan, dan mempertahankan kemerdekaan dan kemudian 22 Oktober di abadikan menjadi Hari Santri Nasional (HSN) yg diresmikan oleh Presiden Jokowi pada th 2014.
Kita sebagai santri adalah penerus perjuangan para ulama semoga kita semua dapat meneladani, mampu menjadi garda terdepan dalam mengisi dan mempertahankan kemerdekaan negara Indonesia hingga akhir hayat. Aamiin Allahumma Aamiin