PASAL KE-4 Mekanisme Mengetahui Arah Kiblat di Pesawat
Ngaos Assholah fil Hawaa karangan DR. K.H Fadlolan Musyaffa’, Lc., MA.
Ahad, 25 April 2021
PASAL KEEMPAT
Mekanisme Mengetahui Arah Kiblat di Pesawat
Bahasan Pertama: Makna Kiblat dan Beberapa Pendapat Ulama Berikut Dalil-Dalilnya.
Kiblat yang dimaksud disini ialah kiblatnya orang muslim sedunia, yakni ka’bah yang berada di masjidil haram di kota Makkah Mukarromah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim, yang sebelumnya menghadap ke Masjidil Aqsa.
Menghadap kiblat menjadi syarat sah sholat bagi mereka yang mampu dan aman. Tapi tidak berlaku kepada mereka yang dalam keadaan tertentu yang tidak memungkinkan untuk menghadap kiblat, misalnya sholat khouf ketika perang. Jika dalam keadaan yang aman dan mampu, hendaknya seorang mukallaf menghadap ainul qiblat. Jika tidak mampu, maka semampunya saja. Ketika di dalam Masjidil Haran, maka harus menghadap ainul qiblat karena ka’bah kelihatan pandangan mata dedepannya.
Dalam madzhab Syafi’i, ainul qiblat yang dimaksud ialah ainul ka’bah yang sesungguhnya. Sedangkan dalam madzhab Maliki dan Hambali terdapat sedikit perbedaan yang mengatakan bahwa berbeda dengan ainul qiblatnya orang yang tidak bisa langsung melihat ka’bah, maka cukup dengan ijtihad saja untuk menentukan arah kiblatnya dengan berbagai dalil dan cara mendapati arah qiblat, diantaranya dengan melihat matahari, rembulan, bintang dll. Berbeda lagi dengan keadaan seseorang yang sedang berada di dalam alat transpostasi umum ketika menjadi musafir.
Mendirikan sholat dengan menerapkan ainul ka’bah menjadi mudah bagi orang yang didalam Masjidil Haram yang bisa melihat secara langsung ka’bah, sehingga dapat dengan mudah mencari ainul ka’bah. Akan tetapi, tidak mudah bagi orang yang jauh dari ka’bah, maka boleh menggunakan ijtihad, yakni dengan mengira-ngira arah kiblat kemudian meyakininya sebagai arah kiblat.
Menurut Imam Abi Hanifah, arah timur adalah kiblatnya penduduk bumi bagian barat. Dan Barat adalah kiblatnya penduduk bumi bagian timur. Menurut Imam Syafi’i, dengan melihat matahari, bulan, bintang, bahkan angin, kita bisa menentukan arah mata angin. Seperti yang dijelaskan oleh Abu Ishaq.
Madzhab yang pertama menjelaskan bahwa ketika didalam alat transportasi, kita tetap harus menghadap arah kiblat. Ketika angin merubah pergerakan alat transportasi tersebut, maka kita juga harus bergeser kembali ke arah kiblat. Sedangkan dalam madzha kedua, dalam keadaan yang sama, kita tidak perlu bergerak untuk mempertahankan arah kiblat. Sehingga, menghadap kiblat hanya wajib ketika takbirotul ikhrom. Kemudian dilanjutkan sholatnya menghadap selain arah kiblat. Hal seperti ini diperbolehkan, baik ketika berada didalam transportasi darat, laut, maupun udara saat shalat sunah diatas kendaraan..
Wallahu a’lam bisshowab