Penjelasan Bait ke-2 dari Kitab Nur Azh-Zhalam (Syarh Aqidatul Awam)
Rangkuman Ngaji Pasanan
Kitab Nur Azh-Zhalam (Syarh Aqidatul Awam)
Karya Syaikh Nawawi al-Bantani
Oleh DR. K.H. Fadlolan Musyaffa’, Lc., MA.
15 April 2021/ 3 Ramadan 1442
فَالْحَمْدُ لِلَّهِ الْقَدِيْمِ الْأَوَّلِ * وَالْآخِرِ الْبَاقِي بِلَا تَحَوّ
Segala pujian adalah milik Allah. Yang Al-Qodim, Al-Awwal. Al-Akhir, dan Al-Baqi tanpa mengalami perubahan. Arti maksud nazham di atas adalah, “Kemudian saya memuji Allah atas nikmat penyusunan nazham – nazham ini disertai rasa pengagunganku kepada-Nya. Dan saya mengakui dan meyakini bahwa segala pujian adalah tetap bagi-Nya.” Syeh Ahmad al-Marzuki mengawali nadzhamnya dengan bertahmid atau memuji Allah karena adanya hak yang wajib ia lakukan, yaitu mensyukuri nikmat-nikmat Allah yang mana penyusunan nazham-nazham ini juga termasuk salah satu hasil pengaruh dari nikmat-nikmat tersebut.
Pengertian ‘الحمد’ atau Memuji Menurut Bahasa Lafadz “الحمد” menurut Bahasa Arab berarti memuji dengan lisan dengan pujian yang baik atas kebaikan karena bertujuan mengagungkan, baik memuji karena sebagai bandingan atau timbal balik atas nikmat, atau bukan. Contoh pertama, yaitu pujian yang sebagai timbal balik atas nikmat, adalah ketika Zaid mendermakan sesuatu untukmu. Kemudian kamu berkata, “Zaid adalah orang yang dermawan.”
Perkataanmu ini adalah pujian atas dasar sebagai timbal balik atas nikmat yang kamu peroleh. Contoh kedua, yaitu pujian yang bukan sebagai timbal balik atas nikmat, adalah ketika kamu mendapati Zaid sedang sholat dengan baik. Kemudian kamu berkata, “Zaid adalah laki-laki yang sholeh.” Perkataanmu ini adalah pujian atas dasar bukan karena timbal balik dari nikmat yang kamu peroleh.
Rukun-rukun dan Macam-macam Memuji
Memuji memiliki 4 (empat) rukun, yaitu:
1. Haamid, yaitu pihak yang memuji.
2. Mahmuud, yaitu pihak yang dipuji.
3. Mahmuud Bihi, yaitu kandungan arti dari suatu pernyataan pujian, seperti kandungan arti ‘menetapkan sifat berilmu’ dari pernyataan pujian, “Zaid adalah orang yang berilmu,” atau kandungan arti ‘menetapkan sifat kesalihan’ dari pernyataan pujian, “Zaid adalah orang yang salih.”
4. Mahmuud ‘Alaih, yaitu tujuan memuji. Tujuan memuji adalah karena memuliakan. Berbeda dengan memuji atas dasar tujuan menghina/merendahkan atau bersikap sombong. Oleh karena itu dalam pengertian memuji kami menambahkan pernyataan, karena bertujuan mengagungkan.
Pujian dibagi menjadi 4 (empat), yaitu:
1. Pujian dari Yang qodim kepada Yang qodim. Pujian ini adalah pujian Allah kepada Dzat-Nya sendiri, seperti Firman-Nya, “Dia adalah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.” (QS. Al Anfaal: 40)
2. Pujian pihak Yang qodim kepada yang haadis, seperti Firman-Nya yang memuji Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama, “Sesungguhnya kamu menetapi budi pekerti yang luhur.” (QS. Al-Qolam: 4)
3. Pujian dari pihak yang haadis kepada Yang qodiim, seperti perkataan Nabi Isa ‘alaihi as – salaam yang memuji Allah, “Engkau mengetahui segala sesuatu yang ada di dalam hatiku sedangkan aku tidak mengetahui apapun dalam Dzat-Mu. Sesungguhnya Engkau adalah Dzat yang mengetahui segala sesuatu yang samar.”
4. Pujian dari pihak yang haadis kepada yang haadis, seperti sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama yang memuji Abu Bakar as-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, “Tidak ada matahari terbit dan terbenam setelahku yang dialami oleh seorang laki-laki yang lebih utama daripada Abu Bakar As-Shiddiq.”
Pengertian ‘الحمد’ atau Memuji Menurut Istilah Adapun ‘الحمد’ atau memuji menurut istilah berarti perbuatan yang menunjukkan sikap mengagungkan pihak yang memberi nikmat karena pihak tersebut selaku sebagai pihak yang memberi nikmat kepada pihak yang memuji, atau kepada selainnya, seperti memberi nikmat kepada anaknya, istrinya, baik sikap pengagungan tersebut dilakukan dengan perkataan lisan, atau kecintaan dengan hati, atau perbuatan oleh anggota tubuh.
Pengertian ‘الشكر’ atau bersyukur atau ‘الشُكْر’ Pengertian bersyukur menurut bahasa adalah sama dengan pengertian ‘الحمد’ atau memuji menurut istilah tetapi sedikit berbeda, yaitu bahwa pengertian syukur menurut bahasa adalah perbuatan yang menunjukkan sikap mengagungkan kepada pihak yang memberi nikmat karena pihak tersebut selaku sebagai pihak yang memberi nikmat kepada pihak yang bersyukur. atau kepada selainnya, seperti kepada anaknya, istrinya, baik sikap pengagungan tersebut dilakukan dengan perkataan lisan, atau cinta dengan hati, atau perbuata oleh anggota tubuh. Sedangkan ‘الشكر’ atau bersyukur menurut istilah berarti bahwa hamba menggunakan seluruh nikmat yang telah Allah berikan kepadanya, baik nikmat pendengaran dan lainnya, sesuai dengan tujuan nikmat tersebut diberikan. Pengertian ‘bersyukur’ ini dapat digambarkan dengan contoh; orang menggotong jenazah sambil berpikir-pikir tentang kekuasaan – kekuasaan Allah, sambil melihat arah depannya agar tidak menjatuhkan
jenazah yang ia gotong, sambil berjalan menuju kuburan, sambil lisannya berdzikir dan telinganya mendengarkan suara-suara yang mengandung pahala, seperti suara perkataan yang mengandung arti memerintah kebaikan dan mencegah kemunkaran, demikian ini adalah contoh yang disebutkan oleh Syeh Ahmad al-Malawi. Namun, Syeh al Barmawi berkata, “Apabila kamu berpendapat bahwa seluruh anggota tubuh tidak mungkin dapat melakukan ketaatan dalam satu waktu maka aku menjawab bahwa seluruh anggota tubuh yang melakukan ketaatan dalam satu waktu adalah hal yang mungkin terjadi dalam ibadah ihsan yang diperintahkan dalam keterangan hadis, yaitu kamu menyembah Allah seolah – olah kamu melihat-Nya serta kamu menghadirkan hati bahwa Dia melihatmu. Kemudian ketika seseorang telah beribadah ihsan seperti itu maka seluruh anggota tubuhnya dan anggota indrawinya melakukan ketaatan kepada Allah [dalam satu waktu]. Seluruh anggota tubuh yang melakukan ketaatan dalam satu waktu tidak dapat digambarkan dalam ibadah kecuali dalam ibadah ihsan, seperti orang yang salah memahaminya [dengan memberikan contoh bahwa ketaatan seluruh anggota tubuh dapat dilakukan dalam satu waktu dalam bentuk ketaatan yang selain dalam ibadah ihsan].”
Ketahuilah sesungguhnya penisbatan antara memuji dan bersyukur secara arti bahasa dan istilah ada enam, yaitu:
1. Penisbatan antara memuji yang menurut arti istilah dan bersyukur yang menurut arti bahasa adalah penisbatan persamaan arti.
2. Penisbatan antara memuji yang menurut arti bahasa dan memuji yang menurut istilah adalah penisbatan arti umum dan khusus dari satu segi, yaitu masing – masing dari keduanya memiliki implikasi yang sama (arti umum), yaitu memuji yang diekspresikan dengan lisan sebagai timbal balik atas perbuatan baik [dari pihak yang memberi nikmat]. Sedangkan di satu segi, masing-masing dari keduanya memiliki perbedaan (arti khusus), yaitu bahwa memuji yang menurut bahasa hanya diekspresikan dengan pujian lisan yang bukan sebagai timbal balik atas perbuatan baik [dari yang memberi nikmat dan memuji yang menurut istilah memiliki kekhususan dengan pujian yang hanya diekspresikan dengan perbuatan oleh anggota tubuh sebagai timbal balik atas pemberian [nikmat].
3. Penisbatan memuji yang menurut arti bahasa memiliki keumuman arti, yaitu pujian dengan bahasa sebagai perbandingan atau timbal balik atas pemberian [nikmat] dan memiliki kekhususan pujian dengan kefasihan yang bukan sebagai perbandingan hal yang mubah. Sedangkan arti bersykur yang menurut bahasa memiliki arti khusus, yaitu perbuatan dengan anggota tubuh sebagai perbandingan pemberian nikmat.
Dengan demikian arti memuji yang menurut bahasa adalah lebih khusus tempat keluarnya, yaitu hanya lisan, dan lebih umum hubungannya, yaitu berhubungan dengan nikmat dan lainnya, dan arti memuji yang menurut istilah adalah sebaliknya, yaitu berhubungan hanya dengan nikmat dan bisa dilakukan dengan lisan atau yang lainnya]. seperti arti bersyukur menurut bahasa karena bentuk pujiannya dilakukan dengan lisan, hati, dan anggota tubuh tetapi hanya sebagai perbandingan nikmat saja.
Wallahu A’lam bi Showab
Penjelasan Bait ke-2 dari Kitab Nur Azh-Zhalam (Syarh Aqidatul Awam) #2